Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Intelijen Negara menyatakan siap mengamankan berlangsungnya pemilihan presiden.
JAKARTA —
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Sutarman di Jakarta, Rabu (4/6), menjelaskan bahwa potensi rawan konflik yang saat ini diantisipasi adalah munculnya gangguan keamanan dari massa pendukung kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden.
"Itu dalam kampanye juga ada kerawanan. Kerawanan dari massa pendukung. Terjadi benturan fisik. Kemudian tidak siap kalah. Lalu mengerahkan massa. Jadi kita harapkan mereka siap kalah dan menang," jelas Jenderal Sutarman.
Kapolri menjelaskan sebanyak 250 ribuan lebih anggota kepolisian telah disiapkan sejak dari tahap awal pendaftaran hingga nanti pengumuman pemenang pemilu Presiden. Kepolisian selain sudah melakukan pengawalan terhadap masing-masing capres cawapres, juga melakukan pengawalan terhadap penyaluran distribusi alat kelengkapan pemilu hingga ke tingkat daerah.
"Kita sudah siap. Pengamanan sudah siap. Personil Polri yang dilibatkan ada 254 ribu lebih. Potensi rawan kita deteksi semua. Mulai dari distribusi logistik hingga penghitungan suara pilpres," kata Kapolri.
Senada dengan Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) juga memastikan kesiapan personilnya untuk terus memantau potensi munculnya gangguan keamanan. Kepala BIN Marciano Norman berharap kedua pasangan capres cawapres siap kalah dan siap menang, termasuk mampu mengendalikan massa pendukungnya.
"Kemungkinan itu selalu ada apabila kedua kubu (capres cawapres) tidak komit pada pernyataan mereka masing-masing. Kita dengarkan bahwa dua-duanya kubu capres ini mereka menyatakan akan melakukan pemilu secara damai. Maknanya adalah siap menang dan siap kalah. Karena siapapun yang menang itu adalah pilihan seluruh rakyat Indonesia. Dan siapapun yang kalah adalah bagian dari seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama membangun," kata Kepala BIN Marciano Norman.
Namun demikian hingga saat ini, Marciano memastikan situasi jelang pemungutan suara 9 Juli nanti, keamanan di berbagai wilayah masih terjaga melalui sinergi Polri TNI dan BIN.
"Belum ada potensi rawan muncul. Tapi yang namanya intelijen harus mengantisipasi hal-hal yang terburuk. Pengamanan di daerah konflik tetap berjalan. Kita sudah lakukan operasi pengamatan potensi rawan konflik di berbagai daerah. khususnya daerah rawan konflik," tambahnya.
BIN tambah Marciano, juga memantau perkembangan kampanye hitam atau black campaign di media sosial dan dalam bentuk selebaran gelap yang marak beredar menjelang pemilihan presiden 9 Juli. Hal ini menurut Marciano juga berpotensi menimbulkan konflik diantara dua massa pendukung capres cawapres.
Rizal Darmasaputra, pengamat intelijen dari Lesperssi kepada VOA melihat potensi konflik akan muncul pada saat penghitungan suara hingga pelantikan presiden terpilih.
"Saya melihat justru potensi rawan konflik terbesar ada antara 9 Juli hingga Oktober. Karena disitu sudah terlihat hasil dari pemilihan presiden. Baik yang kalah maupun yang menang akan merasa dicurangi. Nah disitulah akan terjadi gejolak yang patut diwaspadai," kata Rizal.
"Itu dalam kampanye juga ada kerawanan. Kerawanan dari massa pendukung. Terjadi benturan fisik. Kemudian tidak siap kalah. Lalu mengerahkan massa. Jadi kita harapkan mereka siap kalah dan menang," jelas Jenderal Sutarman.
Kapolri menjelaskan sebanyak 250 ribuan lebih anggota kepolisian telah disiapkan sejak dari tahap awal pendaftaran hingga nanti pengumuman pemenang pemilu Presiden. Kepolisian selain sudah melakukan pengawalan terhadap masing-masing capres cawapres, juga melakukan pengawalan terhadap penyaluran distribusi alat kelengkapan pemilu hingga ke tingkat daerah.
"Kita sudah siap. Pengamanan sudah siap. Personil Polri yang dilibatkan ada 254 ribu lebih. Potensi rawan kita deteksi semua. Mulai dari distribusi logistik hingga penghitungan suara pilpres," kata Kapolri.
Senada dengan Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) juga memastikan kesiapan personilnya untuk terus memantau potensi munculnya gangguan keamanan. Kepala BIN Marciano Norman berharap kedua pasangan capres cawapres siap kalah dan siap menang, termasuk mampu mengendalikan massa pendukungnya.
"Kemungkinan itu selalu ada apabila kedua kubu (capres cawapres) tidak komit pada pernyataan mereka masing-masing. Kita dengarkan bahwa dua-duanya kubu capres ini mereka menyatakan akan melakukan pemilu secara damai. Maknanya adalah siap menang dan siap kalah. Karena siapapun yang menang itu adalah pilihan seluruh rakyat Indonesia. Dan siapapun yang kalah adalah bagian dari seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama membangun," kata Kepala BIN Marciano Norman.
Namun demikian hingga saat ini, Marciano memastikan situasi jelang pemungutan suara 9 Juli nanti, keamanan di berbagai wilayah masih terjaga melalui sinergi Polri TNI dan BIN.
"Belum ada potensi rawan muncul. Tapi yang namanya intelijen harus mengantisipasi hal-hal yang terburuk. Pengamanan di daerah konflik tetap berjalan. Kita sudah lakukan operasi pengamatan potensi rawan konflik di berbagai daerah. khususnya daerah rawan konflik," tambahnya.
BIN tambah Marciano, juga memantau perkembangan kampanye hitam atau black campaign di media sosial dan dalam bentuk selebaran gelap yang marak beredar menjelang pemilihan presiden 9 Juli. Hal ini menurut Marciano juga berpotensi menimbulkan konflik diantara dua massa pendukung capres cawapres.
Rizal Darmasaputra, pengamat intelijen dari Lesperssi kepada VOA melihat potensi konflik akan muncul pada saat penghitungan suara hingga pelantikan presiden terpilih.
"Saya melihat justru potensi rawan konflik terbesar ada antara 9 Juli hingga Oktober. Karena disitu sudah terlihat hasil dari pemilihan presiden. Baik yang kalah maupun yang menang akan merasa dicurangi. Nah disitulah akan terjadi gejolak yang patut diwaspadai," kata Rizal.