Pelaksana tugas CEO WWF Indonesia Lukas Adhyakso menjelaskan lembaganya tidak bisa lagi menjalankan proyek-proyek pelestarian satwa dilindungi yang berada dalam kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurutnya, hal tersebut merupakan dampak dari pemutusan kerja sama WWF Indonesia dengan KLHK.
Kata Lukas, ada empat satwa dilindungi yang terdampak kebijakan ini yaitu gajah, harimau Sumatera, orang utan Sumatera dan badak yang tersebar di Sumatera bagian tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan.
"Tetapi khusus untuk satwa liar kami sebenarnya agak khawatir, karena tidak bisa hal itu langsung dilepaskan ke KLHK tanpa ada transfer. Kami menyayangkan dialognya belum selesai," jelas Lukas kepada VOA, Jumat (31/1/2020) malam.
Mengutip situs wwf.id, harimau Sumatera merupakan harimau terakhir Indonesia, setelah harimau Bali pada dekade 40an dan harimau Jawa pada dekade 80-an dinyatakan punah. Keberlangsungan harimau Sumatera terus terancam kegiatan manusia seperti perburuan, perdagangan ilegal dan alih fungsi hutan. Dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi KLHK pada 2018 menyatakan populasi Harimau Sumatera hanya tersisa sekitar 600 ekor.
Sementara gajah Sumatera di alam diperkirakan masih tersisa 2.400 hingga 2.800 individu. Kehidupan gajah terancam oleh perburuan, deforestasi, dan hilangnya habitat, serta konflik dengan manusia.
BACA JUGA: Perdagangkan Dua Orangutan Sumatera, Satu Orang Ditetapkan Jadi TersangkaUntuk Orangutan, terdapat 13 kantong populasi orangutan di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut, kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. Sedangkan Orangutan Kalimantan, pada tahun 2004, ilmuwan memperkirakan populasi orangutan di Pulau Borneo mencapai 54 ribu individu, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia.
Selanjutnya badak yang terancam punah di dunia. Dua dari lima spesies badak di dunia hidup di Indonesia, yaitu badak Sumatera yang memiliki dua cula dan badak Jawa yang memiliki satu cula. Populasi badak di alam saat diperkirakan kurang dari 300 ekor.
Lukas berharap KLHK mau berdialog untuk membahas pelestarian satwa-satwa dilindungi tersebut pada masa transisi. Ia juga mengatakan lembaganya siap membantu jika dibutuhkan dalam masa transisi ini.
"Kami bisa mengatakan kekurangannya dimana, bahkan kami sebenarnya siap, kalau masih diminta membantu mendukung satu dan lain hal. Karena belum tentu infrastrukturnya di KLHK siap," tambahnya.
BACA JUGA: Konflik Harimau Sumatera dengan Manusia Tak Kunjung UsaiMoU Sudah Tak Sesuai
Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono menjelaskan MoU antara WWF Indonesia dengan KLHK yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun itu sudah tidak sesuai dan harus diganti. Keputusan tersebut diambil berdasarkan evaluasi KLHK sejak Desember 2018 dan sudah diinformasikan ke WWF Indonesia sejak Maret 2019.
"Pada MoU, ruang lingkupnya hanya soal konservasi dan keanekaragaman hayati. Tapi kerja WWF Indonesia pada segala aspek termasuk landscape, perubahan iklim, sampah dan lain-lain. Pada beberapa lokasi juga terjadi kerja tanpa izin. Sehingga jadinya ilegal dan tidak sepengetahuan KLHK," jelas Djati melalui pesan online, Kamis (30/1/2020).
"Overclaimed pekerjaan oleh WWF Indonesia dan di antaranya tidak ada mutual respect kepada pemerintah yang sah. Mohon periksa konsiderans menimbang dan pada diktum-diktum keputusan yang cukup menjelaskan apa yang terjadi sehingga terpaksa harus diakhiri kerja sama KLHK dengan WWF Indonesia."
Di samping itu, kata Djati, WWF Indonesia juga memiliki izin konsesi areal yang tidak bisa dikelola dan terbakar. Namun, menurutnya, WWF Indonesia justru melakukan kampanye melalui media sosial yang seakan meniadakan dan mendiskreditkan pemerintah dalam kebakaran hutan.
Terkait tudingan ini, WWF Indonesia mengakui memiliki saham di perusahaan yang bergerak dalam restorasi ekosistem yakni PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT). Namun, Lukas membantah jika mendiskreditkan pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan. Menurutnya yang dilakukan WWF Indonesia hanya untuk menggalang dukungan lebih besar dalam upaya pemadaman kebakaran.
Kerja sama KLHK (Departemen Kehutanan) dan WWF Indonesia dalam bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem di Indonesia telah berlangsung sejak 13 Maret 1998. kerja sama ini semestinya berakhir pada 2023. [sm/em]