Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan kesiapan lembaganya untuk menyelenggarakan pemilihan umum 2019 telah mencapai 80-90 persen. Menurut, Arief ada tiga indikator yang dapat dilihat terkait kesiapan tersebut. Ketiga indikator tersebut adalah sumber daya manusia KPU, anggaran dan logistik. Untuk anggaran, Arief sudah meminta kepada Kementerian Keuangan agar mencairkan anggaran tersebut pada Januari 2019.
"Nah, sampai dengan tahap inilogistik, kotak suara, bilik suara, pita itu sudah siap. Beberapa formulir dan surat suara itu memang produksinya baru dilakukan bulan Januari. Kalau dihitung waktunya sampai hari ini, semua siap," jelas Arief Budiman dalam diskusi di Kantor KPU, Selasa (18/12).
Arief menambahkan KPU juga telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap sebanyak lebih dari 192 juta pemilih pada 15 Desember 2018, dan dua juta pemilih di antaranya merupakan pemilih di luar negeri. KPU juga telah menetapkan daerah pemilihan (dapil) untuk anggota DPR RI, DPR Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Namun, untuk penetapan calon Dewan Perwakilan Daerah masih ada persoalan karena adanya putusan hukum terkait larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD.
"Penetapan Daftar Calon Tetap anggota DPD, nah ini yang masih menyisakan satu. Karena ada putusan Mahkamah Konstitusi, putusan Mahkamah Agung dan putusan PT TUN. Mudah-mudahan ini bisa diselesaikan," tambahnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menjelaskan masih ada sejumlah halyang masih harus dituntaskan sebelum hari pemilihan. Salah satunya adalah sulitnya mencari pengawas dari tingkat kecamatan hingga TPS.
"Tantangan kita sekarang adalah pengawas ad hoc menjadi panwascam, pengawas desa dan pengawas TPS. Itu tantangan kita. Pertama dari sisi umur, pengawas lapangan di desa-desa itu minimal 25 tahun. Agak susah mencari orangminimal 25 tahun. Kedua, kita harus memastikan mereka mengawasiteknis, nah ini tantangan kita dari sisi SDM," jelas Afifuddin.
Afifuddin menambahkan lembaganya telah bekerjasama dengan sejumlah universitas untuk menutupi kekurangan pengawas di tingkat kecamatan hingga TPS. Di samping itu, kerjasama dengan sejumlah universitas diharapkan dapat mempercepat proses pelaporan pengawasan dari daerah ke pusat.
Menanggapi kesiapan ini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, tantangan yang perlu diperhatikan KPU dan Bawaslu yaitu jebakan narasi liar dari informasi yang berkembang di masyarakat. Semisal kekhawatiran soal penggunaan kardus sebagai kotak suara.
Karena itu, menurutnya perlu ada penguasaan informasi yang sama dari para komisoner penyelenggara pemilu agar informasi yang diterima publik bisa tepat, dan tidak dipolitisir oleh para calon.
"Saya bisa bilang beda 2018 dengan 2019. 2018 itu tahun yang menegangkan, 2019 itu tahun yang menentukan. Dan di antara yang menegangkan dan menentukan akan ada kecemasan-kecemasan, karena pemilu 2019 adalah pemilu yang paling berat akan diselenggarakan kita dalam perjalanan sebuah bangsa," jelas Titi.
Titi Anggraini menambahkan Bawaslu juga dapat melibatkan organisasi keagamaan dan kepemudaan, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan GMKI untuk membantu fungsi pengawasan di daerah-daerah. dan sebagainya. [Ab/ab]