Ketegangan antara Iran dan Turki Meningkat soal Suriah dan Irak 

  • Dorian Jones

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan

Ketegangan antara Turki dan Iran meningkat karena kedua negara bertetangga itu berebut pengaruh di Suriah dan Irak, yang dikoyak perang. Timbul kekhawatiran, persaingan tersebut memicu perpecahan sektarian di kawasan. Tetapi ketegangan itu juga bisa membuka pintu kerjasama dengan Presiden terpilih Amerika Donald Trump.

Resminya, Turki menyatakan senang berhubungan baik dengan tetangganya, Iran. Tetapi, menurut kolumnis politik Turki, Semih Idiz pada situs web Al Monitor dan koran Hurriyet Daily News, perang kata-kata yang meningkat dalam media pro-pemerintah Turki, menunjukkan hal sebaliknya.

"Sangat jelas, yang tampak pada media Islamis yang pro-pemerintah adalah kampenye intens anti-Iran. Saya membaca komentar dari tokoh-tokoh kunci Turki bahwa Iran adalah salah satu musuh utama Turki, bukan hanya saingan di kawasan, karena Iran memajukan syiah Islam. Tetapi saya tidak melihat konfrontasi langsung meskipun saya melihat konfrontasi melalui perantara yang terjadi dalam banyak hal," tambahnya.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah Muslim Sunni yang taat, sehingga ia mendapat sebagian besar dukungan dari pemilih Sunni taat di negara itu.

Erdogan semakin mengutuk tindakan Iran yang mendukung milisi Syiah Irak. Presiden Turki itu menuduh milisi menarget orang-orang Sunni. Ia juga secara tidak langsung menuduh Iran hendak memperluas pengaruhnya dengan mengorbankan Muslim Sunni di wilayah tersebut.

Erdogan telah mengirim tank-tank ke perbatasan Irak, memperingatkan ia tidak akan diam jika orang-orang Sunni menjadi korban milisi Syiah dalam pertempuran melawan ISIS di Mosul dan Tel Afar. Sebagian analis memperingatkan, negara-negara tetangga mungkin akan menilai Turki menerapkan kebijakan sektarian yang akan membuatnya berbenturan dengan Iran.

Tetapi meningkatnya ketegangan dengan Iran bisa menjadi dasar kerjasama dengan Presiden Amerika yang baru terpilih, Donald Trump. Hubungan Turki dengan Amerika masih sangat tegang tetapi karena Trump bertekad mengambil garis keras terhadap Iran, kolumnis Idiz mengatakan, akan ada kesamaan kepentingan antara Turki dan Amerika.

"Mereka bisa bersekutu, tetapi Trump mengincar Iran sebenarnya adalah atas dasar sikap anti-Islamisme, bukan atas dasar perbedaan ideologi strategis, dan anti-Islamisme juga melimpah ke Turki, tergantung pada kebijakan Turki," ujarnya.

Turki juga bisa menemukan kepentingan bersama dengan Israel yang juga menyerukan sikap keras terhadap Iran.

Israel dan Turki bulan lalu memulihkan hubungan diplomatik penuh. Hubungan Iran dan Turki biasanya ditandai imbangan rapuh antara persaingan dan kerja sama, tetapi analis memperingatkan Turki pada akhirnya bisa menanggung risiko berat jika berkonfrontasi dengan Iran, karena negara itu piawai menggunakan perantara untuk mengacaukan negara-negara saingannya di kawasan tersebut. [ka/ds]