Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) William Burns hari Selasa (10/8) berada di Israel untuk melangsungkan pembicaraan, yang menurut para pejabat akan difokuskan terutama pada Iran. Burns tiba di tengah meningkat pesatnya ketegangan di kawasan itu dan serangan pesawat nirawak terhadap sebuah kapal tanker minyak yang dikelola Israel di Teluk Oman. Pemerintah Barat menilai Iran yang melakukan serangan itu.
Pekan lalu juga terjadi peningkatan permusuhan lintas perbatasan antara Hizbullah, kelompok radikal Lebanon yang didukung Iran, dan Israel. Hizbullah menembakkan roket lintas perbatasan, yang mendarat di dekat posisi militer Israel, memicu serangan balasan Israel ke bagian selatan Lebanon. Kedua pihak tampak berhati-hati untuk menghindari jatuhnya korban, tetapi pada hari Sabtu (7/8) pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan bahwa ia bisa memerintahkan eskalasi serangan itu.
Iran membantah berada di balik serangan pesawat nirawak bulan lalu terhadap kapal tanker "HV Mercer Street" yang menewaskan dua orang, yaitu satu warga negara Inggris dan lainnya warga Romania. Tetapi para pejabat dan analis Barat mengatakan serangan itu sesuai dengan peningkatan pola perilaku agresif Iran, terutama dalam enam bulan terakhir ini.
BACA JUGA: AS, Inggris Salahkan Iran Atas Serangan Tanker Mematikan
Iran Jadi Topik Utama Pertemuan
Dalam lawatan selama tiga hari, Burns dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Naftali Bennett dan Kepala Badan Intelijen Israel (Mossad) David Barnea, juga beberapa pejabat pertahanan lainnya. Topik utama yang akan menjadi pembicaraan adalah program nuklir Iran, tindakan Iran di kawasan dan arah kebijakan luar negeri presiden baru Iran Ebrahim Raisi. Raisi adalah mantan hakim garis keras yang berada dalam daftar sanksi Amerika karena dugaan kekejaman yang dilakukan pada awal karirnya di pengadilan Iran.
International Crisis Group, sebuah kelompok riset yang berkantor di Brussels, dalam laporan tanggal 5 Agustus lalu mengatakan “kehadiran presiden garis keras di Iran telah memicu prediksi yang mengerikan tentang arah kebijakan dalam dan luar negeri Iran.”
“Ada alasan untuk khawatir. Masa lalu Raisi, retorikanya selama dan setelah kampanye pemilu, dan kendali konsolidasi kelompok-kelompok garis keras atas instrumen kekuasaan di iran mungkin menandakan perlunya pendekatan yang lebih ideologis dan kurang pragmatis, terutama terhadap Barat,” tambah laporan itu.
Dalam percakapan telpon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron Senin lalu (9/8), Raisi menyampaikan tekad Iran untuk “mempertahankan” kapasitasnya untuk “menangkis” situasi di Teluk.
Pertemuan dengan Barnea akan menjadi pertemuan Burns pertama sebagai Direktur CIA dengan Kepala Mossad, dan berlangsung di tengah kebuntuan upaya Amerika untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara Barat pada tahun 2015. Presiden Amerika sebelumnya, Donald Trump, mundur dari perjanjian yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action JCPOA itu, dan sejak saat itu Iran dituduh melanggar perjanjian tersebut dan berlomba untuk mengembangkan nuklir. Iran berulangkali mengatakan program nuklirnya untuk tujuan damai. [em/jm]