Ketegangan Tetap Tinggi di Laut China Selatan; Laos Ambil Alih Kepemimpinan ASEAN

  • VOA
    Associated Press

Kapal Garda Pantai China menghalangi penjaga pantai Filipina BRP Cabra saat kapal tersebut mencoba menuju Second Thomas Shoal di Laut China Selatan yang disengketakan pada 22 Agustus 2023. (Foto: AP)

Ketegangan yang meningkat di Laut China Selatan antara China dan beberapa negara Asia Tenggara semakin sering memicu konfrontasi langsung. Pertempuran di Myanmar melawan pemerintah militer yang merebut kekuasaan tiga tahun lalu terus memburuk sehingga sebagian besar orang mengatakan negara itu kini berada dalam perang saudara.

Ada harapan besar bahwa Indonesia akan mampu membuat terobosan signifikan dalam kedua isu tersebut selama keketuaannya di ASEAN pada tahun 2023, dengan menggunakan pengaruhnya sebagai negara terbesar di blok itu, namun hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Kini Laos, negara termiskin dan salah satu negara terkecil di blok itu, telah menjadi ketua bergilir.

Ketika para menteri luar negeri berkumpul di Luang Prabang untuk pertemuan tingkat tinggi pertama tahun ini pada akhir pekan lalu, banyak yang pesimistis bahwa ASEAN dapat mengatasi tantangan-tantangan terbesarnya agar tidak memburuk dan berkembang.

BACA JUGA: Para Menlu ASEAN Prihatin dengan Ketegangan di Laut China Selatan

“Ada begitu banyak harapan ketika Indonesia memulai masa kepresidenannya dan sebagian dari harapan tersebut gagal,” kata Shafiah Muhibat, pakar Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Jakarta.

“Jadi dengan pindahnya keketuaan ke Laos, saya kira ekspektasi terhadap apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh Laos itu cukup rendah,” imbuhnya.

Setelah militer menguasai Myanmar pada Februari 2021 dari pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis, ASEAN – yang terdiri dari Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Vietnam, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Brunei, dan Laos – muncul dengan rencana “Konsensus Lima Poin” untuk perdamaian.

BACA JUGA: Menlu Akui Krisis Myanmar Masih Jadi PR Besar ASEAN untuk Diselesaikan 

Pimpinan militer di Myanmar sejauh ini mengabaikan rencana tersebut. Indonesia, meski mengklaim telah melakukan lebih dari 180 pertemuan dengan para pemangku kepentingan di Myanmar, tidak mampu mencapai terobosan.

Rencana ASEAN itu menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog antara semua pihak terkait, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, penyediaan bantuan kemanusiaan melalui saluran ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait. [lt/ab]