Ketua KPU: Pemilu di Indonesia Dianggap Paling Rumit di Dunia

Para pekerja memuat kotak suara ke dalam truk untuk didistribusikan ke TPS menjelang pemilu di Medan, Sumatra Utara, 12 Februari 2024. (Foto: AP)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut bahwa pemilihan umum (pemilu) di Tanah Air dianggap paling rumit di dunia. Mengapa demikian?

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan kajian dari pengamat dan ahli pemilu internasional menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan pelaksanaan pemilu paling rumit di dunia.

“Setidak-tidaknya ya ini sebagai konsekuensi dari sistem. Pilihan sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka,” ungkap Hasyim dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (12/1).

Hasyim menjelaskan, dalam pesta demokrasi tahun ini, KPU setidaknya mengorganisasi 2.749 daerah pemilihan, bukan saja untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. namun, juga untuk DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD RI.

“Sehingga KPU harus mendesain 2.749 ragam atau jenis atau desain surat suara karena masing-masing dapil calonnya beda-beda. Ini di antaranya yang kemudian dianggap pemilu di Indonesia ini paling rumit di dunia,” jelasnya.

Petugas melakukan perhitungan kartu suara pada pemilu legislatif 2014 di sebuah TPS di DKI Jakarta, 9 April 2014. (Foto: dok).

Selain itu, katanya, berdasarkan pengamatan para ahli juga disebutkan bahwa pemilu di Indonesia adalah yang paling singkat di dunia. Hal ini dimaksudkan dalam konteks waktu pemungutan suara yang hanya berlangsung selama enam jam mulai dari pukul 7.00 hingga 13.00 waktu setempat,

Dalam pemilu kali ini, kata Hasyim, KPU pun mengundang pihak asing untuk turut memantau jalannya pesta demokrasi tersebut dalam program kunjungan pemilihan (Election Visit Program). Program ini katanya dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk mengikuti perkembangan pemilu di Tanah Air.

“Dan kesempatan Pemilu 2024 ini menjadi kesempatan bagi kita semua, bangsa Indonesia untuk menunjukkan kepada warga global bahwa Indonesia ini mempraktikkan demokrasi elektoral tentu saja dengan berbagai macam dinamikanya. Nah itu nanti yang akan dijadikan bahan kunjungan dan juga monitoring oleh para undangan atau peserta Indonesia Election Visit Program,” katanya.

BACA JUGA: Migrant Care Ungkap Jual Beli Surat Suara Pemilu RI di Malaysia

Dalam kesempatan yang sama, anggota KPU Muhammad Afifuddin menjelaskan acara Indonesia Election Visit Program bukanlah yang pertama kali diadakan oleh KPU. Menurutnya, program tersebut sudah dilaksanakan sebanyak enam kali mulai dari 2014.

“Program yang dilakukan untuk memfasilitasi para pihak yang berkeinginan untuk datang melihat proses-proses pemilihan atau pemilu di TPS dan juga konferensi melingkupi hal-hal yang berkaitan dengan pemilu dan situasi jelang hari pemungutan suara. Jadi paling tidak di 2014, 2015, 2017, 2018, 2019, dan juga 2020 ada pemilu, ada pilkada, yang paling akhir adalah pemilu atau pilkada di masa COVID-19,” ungkap Afifuddin.

Program ini diadakan salah satunya juga karena pemilu di Tanah Air cukup menarik perhatian dunia internasional. Menurutnya ketertarikan global ini tidak hanya sebatas pada proses pelaksanaan pemungutan suara di TPS, tetapi juga adanya keinginan menggali lebih dalam terkait sistem dan manajemen pemilu di Indonesia.

Pendukung calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar mencoba melakukan simulasi pemungutan suara dalam kampanye yang diselenggarakan oleh relawan pemuda di Jakarta pada 8 Februari 2024. (Foto: AFP)

“Atas dasar itu pada pemilu 2024 ini KPU selaku penyelenggara pemilu di Indonesia kembali mengundang penyelenggara pemilu, NGO internasional, dan perwakilan negara sahabat atau kedutaan untuk hadir dan menyaksikan secara langsung pelaksanaan pemilu 2024,” jelasnya.

Afif menjelaskan sejauh ini ada 193 peserta yang diundang dan akan hadir dalam Election Visit Program tersebut. Peserta yang hadir di antaranya dari 81 perwakilan negara sahabat, 35 orang dari otoritas pemilu di luar negeri, 18 orang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional, dan satu kampus luar negeri.

Para peserta ini, kata Afif, akan mengunjungi sejumlah TPS di tiga provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan mengatakan predikat yang didapatkan oleh Indonesia sebagai pemilu paling rumit di dunia masih bisa diperdebatkan.

BACA JUGA: Bawaslu Petakan TPS Rawan di Pemilu 2024

Berdasarkan hasil pengamatannya, sebenarnya masih ada pemilu di negara lain yang tidak kalah rumit dengan pemilu di tanah air.

“Kalau paling rumit, itu debatable ya. Karena bisa jadi yang lebih rumit Filipina. Di Filipina juga pakai sistem presidensial, pilih presidennya langsung. Terus serentak juga. Dan dia bukan hanya milih capres, tapi juga cawapresnya beda kursi, beda kontestasi, beda surat suara,” ungka Usep.

Usep pun lantas menilai pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua KPU Hasyim Asyari yang mengharapkan publik bisa menoleransi KPU sebagai penyelenggara pemilu apabila nanti ditemukan berbagai kesalahan dalam pesta demokrasi ini.

“Jadi lebih ke minta kita untuk mengerti. Sebenarnya itu tidak elok ya diucapkan oleh ketua KPU sebagai orang nomor satu dalam penyelenggaraan pemilu ini. Kalaupun bisa mau kita mengerti kan juga tidak relevan pernyataannya, karena pemilu dengan desain yang sama, dengan undang-undang yang sama, dengan kerangka hukum yang sama juga sudah dilakukan di pemilu 2019 dan itu jauh lebih siap dibandingkan pemilu yang 2024 ini,” ungkap Usep.

Seorang petugas memeriksa lembar surat suara untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) di Gudang KPU Kota Depok, di Cibinong, Jawa Barat, Rabu, 10 Januari 2024 (Foto: Indra Yoga/VOA)

Usep menyatakan bahwa Pemilu 2024 yang dipimpin oleh Hasyim Asyari ini merupakan pemilu yang terburuk pasca reformasi. Hal tersebut dilihat dari kinerja KPU sendiri, salah satunya sebagai Ketua KPU, Hasyim telah tiga kali dianggap melakukan pelanggaran etik oleh DKPP.

Selain itu, dari segi penerbitan peraturan, KPU juga dinilainya melanggar peraturan perundang-undangan, yakni di antaranya terkait calon perempuan, mempercepat mantan koruptor untuk mencalonkan dirinya sebagai caleg serta pembentukan daerah pemilihan.

“Jadi, ada yang bilang KPK itu hancur, dikerdilkan, dibunuh. KPK yang sekarang itu KPK paling buruk. KPU yang sekarang itu lebih buruk dari KPK, dari segi tataran kode etik dan kewenangan membuat peraturan,” pungkasnya. [gi/lt]