Kim Jong-un Pamer Kesuksesan ICBM, AS dan Korea Selatan Membalas

Seorang pria menonton TV yang melaporkan peluncuran rudal Korea Utara, di stasiun kereta di Seoul, Korea Selatan, 5 Juli 2017.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memamerkan kesuksesan negaranya melakukan hal yang tampaknya merupakan uji coba pertama rudal balistik antar benua (ICBM) pada Selasa (4/7).

Kim mengatakan kepada sekelompok peneliti dan teknisi bahwa Amerika akan "kecewa" saat menerima apa yang disebutnya "paket hadiah" pada hari kemerdekaan Amerika, menurut Agensi Berita Sentral Korea (KCNA), yang merupakan corong suara rezim Korea Utara.

Beberapa jam setelah peluncuran Korea Utara secara serentak Amerika Serikat dan Korea Selatan meluncurkan rudal jarak pendek ke perairan lepas pantai Semenanjung Korea. Juru bicara Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Korea Selatan menyatakan, "Latihan rudal bersama Korea Selatan dan AS ini cerminan tekad kedua negara untuk tidak mentolerir provokasi apapun dari Korea Utara."

Korea Utara meluncurkan rudal Hwasong-14 pada hari Selasa dari bandara dekat perbatasan dengan China. Akademi Pertahanan Korea Utara mengatakan Hwasong-14 terbang sejauh 933 kilometer dan mencapai ketinggian 2.802 kilometer. Misil tersebut jatuh di Laut Jepang 39 menit setelah peluncuran.

Berdasarkan analisis rekaman perjalanan roket tersebut, Pyongyang menembakkan rudal ke atas sehingga tidak melewati Jepang dan Rusia. Namun jika Korea Utara mengubah sudut lintas tembakan, rudal berpotensi mencapai negara bagian Alaska, Amerika Serikat.

KCNA mengatakan Kim Jong-un, yang memasang "senyum lebar di mukanya," mengimbau peneliti untuk "sering mengirim ‘paket hadiah’ besar dan kecil kepada para Yankee (orang Amerika)."

Sekretaris Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengeluarkan pernyataan yang mengkonfirmasi tes rudal Korea Utara, yang ia sebut "menandakan eskalasi baru ancaman terhadap Amerika Serikat, sekutu dan mitra kami, dan dunia."

Tillerson mengatakan diperlukan aksi global untuk mengakhiri ancaman yang diberikan Pyongyang. Ia mengatakan bangsa manapun yang menampung pekerja Korea Utara, memberikan manfaat ekonomi atau militer kepada Korea Utara, atau gagal melaksanakan resolusi PBB yang menentang Pyongyang berarti "membantu dan mendukung sebuah rezim berbahaya."

Sesi darurat

Dana White, ketua juru bicara Departemen Pertahan Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan uji coba rudal tersebut "menunjukkan bahwa Korea Utara menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat dan sekutu kami."

Seorang juru bicara untuk Sekretaris-Jenderal PBB Antonio Guterres mengeluarkan pernyataan yang mengecam Pyongyang, menyebutkan uji coba rudal tersebut "adalah pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB dan merupakan eskalasi berbahaya dari situasi tersebut."

Atas permintaan Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB di New York menjadwalkan rapat darurat yang tertutup untuk mendiskusikan krisis Korea Utara hari Rabu (5/7) petang. Rex Tillerson mengatakan akan ada aksi yang lebih tegas terhadap Korea Utara.

Pasukan AS dan Korea Selatan, menggunakan Army Tactical Missile System (ATACMS) dan Rudal Hyunmoo II milik Korea Selatan, menembakkan rudal ke perairan Korea Selatan, 5 Juli 2017.

China ingin semua pihak menahan diri

Titik di mana Hwasong-14 jatuh di Laut Jepang adalah daerah ekonomi khusus Jepang, memurkakan tidak hanya Tokyo, tetapi juga China, yang tampaknya tidak bisa mengawasi Pyongyang, sekutunya tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan Beijing telah "berupaya keras" untuk menghadapi tantangan di semenanjung Korea. Ia mengatakan peran China "tidak bisa dilepas," dan mengajak semua pihak untuk menahan diri demi meredam ketegangan.

"[China] mengajak Korea Utara untuk tidak melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan, sebaliknya, membuat kondisi yang sesuai untuk melanjutkan dialog dan negosiasi," kata Geng.

Hari Selasa (4/7) Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu di China guna membahas krisis nuklir ini. Keduanya menyerukan semua pihak berhenti unjuk kekuatan militer dan menyatakan menolak upaya perubahan rezim di Korea Utara.

Presiden Donald Trump berupaya menekan China untuk meredam ambisi nuklir Korea Utara. Rabu (5/7) melalui Twitter Presiden Trump menyatakan "Perdagangan antara China dan Korea Utara berkembang hampir 40% di kuartal pertama. Percuma meminta China bekerjasama – yang penting kita sudah mencoba!"

Cheng Xiaohe, dosen ilmu politik di Universitas Renmin Beijing, mengatakan masih terlalu awal untuk menebak langkah apa yang China akan ambil, atau bagaimana PBB akan merespon, apakah akan hanya mengecam peluncuran tersebut atau mengeluarkan sanksi baru.

Bendera Korea Utara berkibar di Kedutaan Besar Korea Utara di Beijing, 20 April 2017.

"Kalau sanksi baru dikeluarkan, harus terdapat langkah-langkah baru, seperti larangan pariwisata ke Korea Utara, ekspor tenaga kerja, dan larangan produk petrokimia Korea Utara," kata Cheng. "Semua ini adalah langkah-langkah memungkinkan yang bisa dibahas Dewan Keamanan."

China telah mengekpresikan keengganan untuk menghentikan ekspor barang pokok seperti minyak ke Korea Utara karena dapat menjatuhkan rezim Kim, yang dampaknya tidak dapat diperkirakan, termasuk potensi meluapnya gelombang pengungsi Korea Utara ke perbatasan China atau Kim Jong-un nekat melakukan serangan militer ke Korea Selatan karena sudah tak ada lagi yang dipertahankan. [ds/pw]