Koalisi Israel Alami Kekalahan dan Hadapi Ketidakpastian

Pemimpin partai Harapan Baru Gideon Saar dan istrinya Geula di luar TPS di Tel Aviv, Israel 23 Maret 2021. (Jalaa Marey/Pool via REUTERS)

Pemerintah Israel gagal meloloskan RUU yang memperpanjang perlindungan hukum bagi para pemukim di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Hasil pemungutan suara pada hari Senin (6/6) itu merupakan kemunduran besar bagi pemerintah koalisi yang rapuh, yang dapat mempercepat kehancurannya dan membuat negara itu perlu menyelenggarakan pemilu baru.

Kegagalan untuk memperbarui legislasi itu juga menyoroti sistem hukum terpisah di Tepi Barat, di mana hampir 500 ribu pemukim Yahudi menikmati berbagai tunjangan sebagai warga negara Israel sementara sekitar 3 juta orang Palestina hidup di bawah pemerintahan militer yang kini memasuki dekade keenam.

Gideon Saar, Menteri Kehakiman Israel dan pemimpin partai Harapan Baru, mengatakan, “Ini adalah regulasi yang kesinambungannya penting untuk mempertahankan ketertiban umum sehari-hari di Yudea dan Samaria, yang tanpanya, kawasan ini akan menjadi hutan rimba, dan kota tempat berlindung para penjahat. Warga negara Israel yang tinggal di Yudea dan Samaria akan kehilangan hak-hak dasar mereka dan akan hidup dalam kekacauan.”

Koalisi pimpinan PM Israel Naftali Bennett masih tetap berkuasa. Tetapi pemungutan suara hari Senin (6/6) menegaskan kelemahan dan perpecahan di aliansi yang rapuh itu dan menimbulkan pertanyaan mengenai berapa lama lagi koalisi itu dapat bertahan. [uh/lt]