Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Siti Rahma Mary mengkritik sikap Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang membiarkan kerusakan lingkungan akibat tambang di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi. Padahal menurutnya, kerusakan lingkungan tersebut telah berdampak pada turunnya pendapatan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Ia juga menyesalkan sikap Khofifah yang tidak mau menemui warga Banyuwangi yang melakukan aksi mogok makan dan Kayuh Sepeda dari Banyuwangi ke Surabaya.
"Hak masyarakat yang tinggal di sekitar Tumpang Pitu untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kalau hak masyarakat dilanggar berarti telah terjadi pelanggaran HAM," jelas Rahma di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (25/2).
Koalisi LSM Lingkungan juga menduga PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Sebab, wilayah pesisir Kabupaten Banyuwangi tidak untuk zona pertambangan, melainkan untuk pelabuhan perikanan dan pariwisata.
Di samping itu, Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan yang akan dieksplorasi PT DSI merupakan pelindung bagi komunitas nelayan yang tinggal dari pesisir Teluk Pancer dari ancaman tsunami. Hal itu disampaikan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah.
"Kalau kita kembali ke peristiwa tahun 1994 ketika terjadi tsunami. Salah satu yang mencegah jatuhnya korban lebih banyak karena fungsi ekologis dari Gunung Tumpang Pitu," tutur Merah Johansyah.
Kuasa hukum warga Tumpang Pitu, Hari Kurniawan menjelaskan, pihaknya sedang menyiapkan gugatan class action yang ditujukan bagi Pemprov Jawa Timur. Upaya ini dilakukan karena Gubernur Jatim enggan memenuhi tuntutan mereka.
BACA JUGA: Aksi Kayuh Sepeda dan Mogok Makan Warga Banyuwangi, Tuntut Pencabutan Izin TambangSelain rencana gugatan class action, Hari menambahkan pihaknya juga telah mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Jawa Timur untuk meminta pemerintah setempat membuka dokumen evaluasi proyek tambang di Tumpang Pitu tersebut. Gugatan informasi ini telah memasuki persidangan kedua pada pekan lalu.
"Ini sudah dua kali, kami bersidang dan gubernur tidak hadir di dalam persidangan Komisi Informasi Jatim. Jadi dari situ, kalau kita sudah mendapat dokumen AMDAL, kita akan memperkaya kajian analisis kita untuk mengajukan class action terhadap PT BSI dan PT DSI," jelas Hari.
VOA sudah meminta tanggapan kepada Biro Humas Pemprov Jatim terkait desakan dari koalisi LSM lingkungan di Jakarta. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Pemprov Jatim.
Sementara dari sisi perusahaan, Tom Malik, Senior Manager Corporate Communication PT Merdeka Copper Gold Tbk, perusahaan induk PT BSI dan PT DSI menyampaikan kepada VOA, bahwa penolakan sebagian warga Dusun Pancer, Banyuwangi tidak berdasar.
Menurut Tom, pengurangan tinggi bukit memang akan terjadi, namun tidak mengikis habis dan menyisakan sekitar 200 mdpl dari 380 mdpl saat ini. Sedangkan air yang digunakan untuk operasional adalah dari enam waduk tadah hujan yang dibangun di sekitar pertambangan.
Tom juga mengklaim warga yang menuntut pencabutan IUP adalah kelompok warga yang belum tersentuh program-program dari perusahaan. Tom juga menuding mereka sebagai kelompok yang mempunyai kepentingan pribadi yang berbeda dengan warga lain, serta tidak mau berdiskusi dengan perusahaan. [sm/ft]