Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan perlawanan atas penetapan dismissal (tidak diterima) terhadap pengangkatan anggota Tim Mawar Untung Budiharto menjadi Panglima Kodam (Pangdam) Jaya.
Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, putusan ini akan semakin melanggengkan praktik impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM. Menurutnya, majelis hakim PTUN Jakarta semestinya berani mengoreksi kebijakan pemerintah yang salah.
"Ini menjadi preseden buruk karena orang bersalah, melakukan kejahatan, melakukan pelanggaran HAM, tapi tetap bisa berkarier dengan cemerlang dan menduduki jabatan tinggi. Ini berbahaya bagi Indonesia ke depan," jelas Isnur dalam konferensi pers daring, Jumat (17/6/2022).
Isnur menambahkan pengangkatan anggota Tim Mawar dan putusan PTUN Jakarta ini menyakiti korban dan keluarga korban. Sebab, mereka belum mendapat restitusi, tapi sebaliknya negara justru mengangkat terduga pelanggaran HAM menjadi pemimpin TNI.
BACA JUGA: Koalisi Kecewa Putusan PTUN Jakarta Soal Pangdam Jaya
Kata Isnur, kebijakan ini juga membuktikan bahwa reformasi di tubuh TNI tidak berjalan dan pemerintah seperti menoleransi tindakan pelanggaran HAM dengan mengangkat anggota Tim Mawar sebagai Pangdam Jaya.
Penyelesaian Kasus HAM Jalan di Tempat
Senada Deputi Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar mengatakan pengangkatan Pangdam Jaya dan putusan PTUN Jakarta menunjukkan negara tidak memiliki terobosan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM. Ini mengakibatkan peluang korban dan keluarga mencari keadilan semakin tertutup. Ditambah lagi, terduga pelaku pelanggaran HAM justru diberikan jabatan strategis oleh negara.
"Ada paradoks yang dipertontonkan. Di tengah korban yang menuntut hak, pelaku justru mendapat jabatan lain," tutur Rivanlee.
Kata Rivanlee, pengangkatan terduga pelaku pelanggaran HAM juga dapat menjadi hambatan dan berpotensi mempersulit penegakan hukum. Selain itu, pelanggaran HAM yang sama berpotensi terulang kembali dengan lebih masif mengingat jabatan Untung sebagai Pangdam Jaya.
Penolakan gugatan pertama di PTUN Jakarta ini juga sempat menimbulkan kekecewaan keluarga korban. Ayah korban penculikan aktivis 1998 Ucok Munandar Siahaan menilai kebijakan ini membuat harapan keluarga untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM semakin jauh.
"Kasus penculikan yang dilakukan Tim Mawar itu seakan-akan tidak ada artinya. Karena mereka sudah bersalah, tapi dianggap tidak ada," jelas Paian Siahaan," ujar Ucok pada Selasa (21/4/2022).
Sementara itu, Anggota Komnas HAM Choirul Anam juga sempat menyoroti pengangkatan anggota Tim Mawar menjadi Pangdam Jaya. Ia menyarankan TNI agar memperhatikan rekam jejak personel mereka dalam pengangkatan jabatan. Ia beralasan pemimpin TNI memiliki diskresi yang penting dalam penentuan sebuah kebijakan. Kendati, ia tetap menghormati apapun keputusan pengadilan dalam sebuah negara hukum.
"Jadi komitmen untuk menjadikan militer kita profesional, TNI yang baik, memang harus dimulai dari catatan rekam jejak dan sebagainya," ujar Choirul Anam di Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Anam menambahkan Komnas HAM memiliki nama-nama terduga pelanggaran HAM berikut peran mereka masing-masing. Karena itu, pemerintah dan lembaga terkait dapat menggunakan data tersebut sebagai pertimbangan pemberian jabatan.
TNI Belum Berkomentar
VOA sudah menghubungi Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Prantara Santosa dan Panglima TNI Andika Perkasa terkait pengangkatan eks anggota Tim Mawar, tetapi belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Kamis (16/6) lalu, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan tidak menerima gugatan Nomor 87/PLW/2022/PTUN.JKT yang dilayangkan Tim Hukum Koalisi Masyarakat Sipil terkait dengan perlawanan atas Penetapan Dismissal PTUN Jakarta terhadap pengangkatan Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam pertimbangan dalam putusan, Majelis Hakim PTUN Jakarta berpendapat PTUN Jakarta tidak berwenang mengadili Keputusan Panglima TNI yang mengangkat Pangdam Untung Budiharto.
Untung Budiharto, merupakan salah satu anggota Tim Mawar Kopassus yang terbukti bersalah oleh Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta Nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 dalam kasus Penghilangan Paksa Aktivis 1997 – 1998.[sm/em]