Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam penyegelan bakal makam tokoh Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Penyegelan tersebut dilakukan Pemkab Kuningan dengan alasan belum memiliki izin mendirikan bangunan.
Namun, YLBHI memandang pembangunan bakal makam tersebut merupakan bagian dari ekspresi atau pengamalan agama dan keyakinan seseorang yang dijamin konstitusi Indonesia. Selain itu, menurut Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, penyegelan ini juga dapat mematikan budaya dari masyarakat. Karena itu perlu kebijakan khusus dalam penanganan masyarakat adat atau penganut kepercayaan di masyarakat. Semisal dengan turun ke lapangan untuk pemenuhan hak-hak masyarakat Sunda Wiwitan.
Your browser doesn’t support HTML5
"Ini genosida budaya, bagaimana berpuluh-puluh tahun ada genosida budaya ke teman-teman penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan. Yang harus dilakukan adalah melakukan pemulihan, restitusi, melakukan affirmative action untuk pemenuhan hak mereka," jelas Isnur dalam konferensi pers online, Selasa (28/7).
Isnur juga meminta pemerintah daerah tidak menjadikan persoalan administrasi sebagai penghalang pemenuhan hak asasi masyarakat Sunda Wiwitan dalam menjalankan kepercayaan mereka.
Perwakilan AKUR Sunda Wiwitan, Juwita Djatikusumah Putri mengatakan, pihaknya telah mengurus perizinan pembangunan bakal makam tokoh AKUR Sunda Wiwitan ke pemerintah setempat. Namun, ia merasa dipersulit dalam mengurus izin mulai dari tingkat kelurahan hingga kabupaten.
"Jadi terlihat sekali, ada pola-pola yang sistematis dan masif yang dilakukan kepada kami dalam pembangunan bakal makam maupun keberadaan kami sebagai masyarakat adat," jelas Juwita.
Juwita menambahkan masyarakat adat Sunda Wiwitan telah melapor ke sejumlah lembaga terkait persoalan ini, termasuk ke Komnas HAM. Ia juga menyesalkan adanya penggiringan opini di masyarakat yang menyebut AKUR Sunda Wiwitan sebagai ajaran sesat.
Komnas HAM Surati Bupati Kuningan
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai penyegelan bakal makam tokoh Sunda Wiwitan mencederai HAM. Ia mengatakan Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Bupati Kuningan dan sejumlah kementerian lembaga. Dalam surat tersebut, Komnas meminta bupati dan jajarannya untuk menghentikan proses penyegelan dan menjaga keamanan tetap kondusif.
"Kami juga mengimbau kepada seluruh elemen bangsa untuk mengedepankan dialog untuk penyelesaian sengketa yang ada atau pengaduan dari kawan-kawan Sunda Wiwitan," ujar Beka Ulung.
Beka meminta pemerintah agar melindungi hak-hak warga negara termasuk Komunitas Sunda Wiwitan khususnya hak kebebasan beribadah, berkeyakinan dan berekspresi. Serta meminta aparat kepolisian untuk bertindak tegas jika ada warga yang melakukan tindakan melawan hukum.
VOA sudah menghubungi Bupati Kuningan Acep Purnama terkait penyegelan bakal makam tokoh komunitas Sunda Wiwitan. Namun, belum ada tanggapan dari Acep Purnama hingga berita ini diturunkan.
Pekan lalu (20/7) Satpol PP Kabupaten Kuningan, Jawa Barat menyegel bangunan bakal makam di Situs Curug Go'ong melalui surat nomor 300/851/GAKDA. Dalam surat itu disebutkan penyegelan berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan IMB dan komunitas Sunda Wiwitan disebut tidak dapat menunjukkan izin hingga teguran ketiga. [sm/em]