Dalam catatan akhir tahunnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa polisi merupakan pelanggar HAM tertinggi pada tahun 2011.
Selama Januari hingga November 2011, Komnas HAM menerima sekitar 4.502 pengaduan kasus pelanggaran HAM dari seluruh wilayah di Indonesia. Pihak yang banyak diadukan adalah polisi.
Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim mengatakan hal-hal yang diadukan masyarakat terkait dengan masalah penahanan dan penangkapan, diskriminasi dalam penyidikan, penembakan dan kekerasan serta penyiksaan dalam proses pemeriksaan.
Angka penyiksaan yang dilakukan oleh polisi kata Ifdal berjumlah 40 kasus, meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu 30 kasus. Komnas HAM memandang bahwa penyiksaan merupakan kejahatan serius yang telah terjadi dalam waktu yang lama, terpola, luas dan sistematis pada tubuh kepolisian.
Namun, kejahatan tersebut tidak dapat diproses secara hukum karena adanya kekosongan hukum. Untuk itu pemerintah Indonesia menurut Ifdal harus segera merumuskan dan mengesahkan Undang-undang Anti Penyiksaan dengan merujuk pada Konvensi Anti Penyiksaan yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia.
Ifdal Kasim mengatakn, "Pihak kepolisian dalam prosesn intrograsi, kemudian dalam proses pengamanan-pengamanan demonstrasi termasuk pengamanan-pengamanan dalam sengketa-sengketa diperkebunan. Ini yang banyak terekan didalam pengaduan Komnas terkait merebaknya gejala penyiksaan dalam tahun 2011 ini."
Selain tingginya kasus penyiksaan yang dilakukan polisi, dalam laporannya Komnas HAM juga menyatakan masalah hak beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengalami titik balik.
Hal itu setidaknya tercermin dalam dua kasus yaitu kasus penyerangan terhadap Jemaah Ahamadiyah di Cikeusik, Banten pada 6 Februari 2011 lalu dan kasus penghalangan ibadah di Gereja Yasmin, Bogor.
Memburuknya situasi penghormatan atas hak beragama dan berkeyakinan di Indonesia disebabkan regulasi yang memberikan peluang bagi tumbuhnya kelompok yang kerap melakukan kekerasan atas nama agama.
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim menjelaskan, "Belum dapat dipecahkan oleh pemerintah dalam melindungi kebebasan atau memudahkan umat untuk menjalankan ibadahnya untuk mendirikan rumah ibadah in."
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengakui masih ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugasnya.
Meski demikian kata Timur pihaknya akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran.
"Kami menyadari bahwa masih ada berbagai celah serta kekurangan sehingga dalam pelaksanaan tugas di lapangan kerap kali ditemukan terjadinya pelanggaran yang dilakukan anggota. Menyikapi hal tersebut Polri tetap mendudukkan permasalahan secara proporsional. Bagi anggota yang melakukan pelanggaran secara tegas akan diajukan pertanggujawaban, baik secara pidana maupun kode etik profesi," demikian penjelasan Timur Pradopo.