Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan jumlah aduan kasus kekerasan terhadap perempuan dari masyarakat ke lembaganya mengalami kenaikan, yaitu dari sebelumnya 4.332 aduan pada 2021 menjadi 4.371 pada tahun ini.
Kendati demikian, kata dia, kenaikan tersebut tidak berarti kekerasan terhadap perempuan di masyarakat meningkat. Tapi bisa juga karena korban semakin berani melaporkan kasusnya ke Komnas Perempuan.
"Lainnya karena saluran yang dibuka Komnas Perempuan semakin bervariasi sehingga bisa menerima pengaduan lebih banyak," tutur Fuad di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Selain aduan, Komnas Perempuan juga mendata kasus kekerasan melalui Badan Peradilan Agama (Badilag) yang jumlahnya mencapai 326.534 kasus dan dari lembaga layanan 9.619 kasus. Menurutnya, kasus-kasus tersebut sebagian besar terjadi di ranah personal, sisanya terjadi di ranah publik dan ranah negara. Sedangkan dari jenis kekerasan, kekerasan fisik masih mendominasi pada 2022 disusul kekerasan seksual, psikis, dan ekonomi.
"Usia korban dan pelaku berdasarkan data lembaga layanan, bahwa yang paling tinggi korban berusia 18-40 tahun. Sementara pelakunya itu juga usianya sama sekitar 18-40 tahun," tambahnya.
Komnas Perempuan mengambil sejumlah langkah untuk menindaklanjuti ribuan pengaduan tersebut. Antara lain dengan menerbitkan surat rujukan dan memberikan tanggapan kasus melalui email. Selain itu, hampir 2 ribu kasus telah masuk tingkat penyelidikan dan penyidikan.
"Untuk kasus kekerasan seksual kita menolak penyelesaian secara kekeluargaan atau restorative justice," ujarnya.
Sementara itu Komisioner Komnas Perempuan Theresia Sri Endras Iswarini menyampaikan data Komnas Perempuan tentang kekerasan perempuan di ranah personal sebagian besar pelakunya adalah mantan pacar. Disusul kemudian kekerasan terhadap istri dan kekerasan dalam pacaran.
"Angka kekerasan seksual meningkat dengan pelaku pacar dan suami. Sementara kekerasan oleh mantan suami menurun drastis," jelas Iswarini.
Menurut Iswarini, pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam Lingkungan Perguruan Tinggi telah memberi keyakinan pada korban untuk berani melapor ke lembaga layanan. Termasuk juga, didorong kampanye dan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan perempuan oleh berbagai pihak.
Tanggapan Pemerintah
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) untuk urusan HAM dan Luar Negeri Siti Ruhaini Dzuhayatin menilai pendataan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan Komnas Perempuan penting untuk memperbaiki sistem dan peraturan yang ada di Indonesia agar ramah terhadap perempuan. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan program dan strategi dari presiden agar perempuan terlindungi dari berbagai kekerasan.
Your browser doesn’t support HTML5
"KSP memberikan apresiasi yang tinggi kepada Komnas Perempuan atas kinerjanya. Pendataan itu rumit tapi penting untuk kita bisa lebih maju," jelas Siti.
Siti menambahkan KSP juga telah bekerja keras bersama Komnas Perempuan dalam mengawal pengesahan RUU TPKS pada 2023. Undang-Undang tersebut penting karena dapat memperkuat Komnas Perempuan dalam melindungi perempuan. [sm/ka]