Untuk mewujudkan impiannya tersebut, Kompiang yang sudah mulai menari sejak usia 5 tahun akhirnya membeli peralatan gamelan pada tahun 2007 dan mendirikan kelompok "Gadung Kasturi". Dibantu Carla Fabrizio dan Paul Miller, pemain gamelan di San Francisco Bay Area, mereka mengumpulkan musisi untuk menjadi anggota dan berlatih setiap Minggu siang di rumah Kompiang di Richmond.
“Sejak kecil saya sudah ingin punya gamelan, saya ga dikasih sekolah tari oleh orang tua, ga boleh. Saya datang ke sini (Amerika), ingin punya gamelan sendiri, dan akhirnya tahun 2007 baru bisa dicapai impiannya,” tutur Kompiang.
Kebanyakan anggota “Gadung Kasturi” adalah warga Amerika yang telah lama mengenal gamelan. Salah satu anggotanya, Zachary Hejny, yang menempuh pendidikan pasca sarjananya di Institut Seni Indonesia, Denpasar, sudah menjadi anggota sejak tahun 2009.
"Saya menikmati bermain (gamelan) berama kelompok ini karena saya bisa belajar budaya Indonesia dan bergabung dengan komunitas artis yang luar biasa ini," kata Zach.
"Gadung Kasturi" yang fokus memainkan musik Bali klasik ini telah tampil di berbagai festival budaya di San Francisco.
Your browser doesn’t support HTML5
Salah satu anggota lainnya, Lydia Martin, mengatakan kelompok gamelan "Gadung Kasturi" adalah salah satu wadah tradisional "di mana kita bisa datang dan menggarap musik dan lagu tradisional. "Yang paling menantang tentang memainkan gamelan di Amerika adalah sebagian besar orang-orang di sekitar saya masih belum tahu tentang gamelan," tambahnya.
Keberhasilan Kompiang mempertahankan keberadaan kelompok ini selama hampir 10 tahun tak lepas dari kebersamaan yang diciptakannya.
"Bagi saya kegiatan ini tidak sia-sia, ada teman main gamelan setiap hari Minggu, karena saya janji waktu saya mau membentuk grup ini, saya janji, you come play music, I’ll cook you lunch. Makan sama-sama itu senang lho, rame-rame walaupun sedikit, sederhana, tapi enak gitu, kayak keluarga gitu," tuturnya.
Carla Fabrizio, yang juga ikut mendirikan dan melatih gamelan, senang bermain di kelompok ini. "Saya mendukung apa yang dilakukan Kompiang, karena ia teman saya dan saya ingin membantunya mewujudkan cita-citanya," tambahnya.
Kompiang sendiri yang mendanai semua keperluan operasional kelompok ini. "Tidak ada bayaran bulanan, tidak ada iuran," kata Kompiang.
Namun Kompiang bercita-cita membawa guru musik dari Bali. Mereka pun mengumpulkan dana melalui pertunjukan-pertunjukan yang disertai makan malam dengan menu khas Bali, agar niat ini tercapai. [dw]