Barter tanaman untuk menambah koleksi pribadi adalah sesuatu yang diimpikan Aris Setiawan ketika ia membentuk Grup Facebook Barter Tanaman Hias dengan hanya beberapa teman media sosialnya sekitar setahun lalu. Namun, ia tidak mengira bila grup itu semakin berkembang dan bahkan meluas ke beberapa kota.
“Alasannya pertama karena pandemi ini membuat orang mengalihkan kegiatannya di rumah. Kemudian muncullah grup-grup barter karena sudah banyak grup jual beli. Karena kita bisa saja memiliki jenis tanaman yang sama dalam jumlah berlebih, tidak tidak punya jenis lain, jadi kita barter,” jelasnya.
Grup barter tanaman hias yang diprakarsai Aris adalah satu dari puluhan atau bahkan ratusan grup serupa di media sosial. Setiap harinya, ada saja tagar yang muncul dengan mencantumkan kata barter tanaman dan menghadirkan ratusan posting.
Menurut Aris, tidak semua anggota grupnya adalah pecinta tanaman hias dalam arti yang sesungguhnya. Tak sedikit dari mereka, katanya,adalah “pemain baru” atau artinya mengoleksi tanaman hias sebagai hobi baru selama pandemi. Termotivasi olehingin menambah koleksi, sementara kondisi keuangan terjepit karena pandemi, akhirnya mereka ramai-ramai menggagaskan kegiatan bertukar tanaman.
Pemilik sekitar 50 jenis tanaman hias ini mengaku, grup barter tanaman yang diprakarsainya, yang dulunya bertujuan sekadar untuk menambah koleksi para anggotanya,kini memiliki ambisi besar.
“Kita paling tidak ingin menghijaukan bumi. Mimpi besarnya seperti itu. Kedua, di alam ini, ada tanaman yang dilindungi atau tanaman langka. Kalau kita punya, kita ingin menjaganya agar tetap ada di alam ini. Ketiga, sebagai sarana untuk mengalihkan stres. Setelah lima hari kerja, pada weekend kita bisa merelaksasi diri dengan mengurus dan menikmati tanaman hias,” jelasnya.
Pria yang pernah bekerja sebagai jurnalis di Grup Kompas ini mengatakan, grup barter tanaman yang dikelolanya terbilang sangat aktif. Lalu lintas komunikasi para anggotanya berlangsung setiap hari.Hanya saja ia menyayangkan bahwa grup ini sudah mulai disusupi oleh mereka yang berniat jahat. Tak sedikit anggotanya yang tertipu oleh transaksi palsu yang melibatkan ongkos pengiriman. Walhasil, ia kini menyarankan agar para anggotanya hanya bertukar tanaman dengan mereka yang tinggal dalam satu kota.
Bagi Elly Listiyowati Oemar, barter tanaman bukanlah hal baru. Lulusan Fakultas Pertanian IPB ini sudah melakukannya jauh sebelum pandemi COVID-19 merebak. Namun, mantan wartawan majalah pertanian terkemua Trubus ini, mengakui bahwa kegiatan barter tanaman memang meningkat sejak berbagai kegiatan pembatasan terkait penanggulangan pandemi ketat diberlakukan. Ia sendiri saat ini memiliki sebuah grup barter tanaman di aplikasi WhatsApp dengan anggota belasan orang.
Menurut Elly, ratusan tanaman hias yang menjadi koleksinya, sangat membantunya mengurangi stres.Karena begitu cintanya pada tanaman, Elly tak sungkan mengaku sering berkomunikasi dengan tanaman-tanamannya.
“Berbicara dengan tanaman buat saya itu merelaksasi pikiran, membuat hati tenang. Dan percaya atau tidak, itu membuat tanaman tumbuh lebih baik,” lanjutnya.
Pengurus Agrianita atau organisasi perempuan Institut Pertanian Bogor ini, menduga kegiatan barter tanaman ini sebetulnya dipicu oleh melonjaknya harga tanaman hias. Ia mengatakan, banyak pesohor yang menekuni hobi mengoleksi tanaman hias. Hobi baru mereka ini mendorong para penjual tanaman hias mendongkrak harga secara gila-gilaan.Karena harganya menjulang, kini banyak orang berpikir dua atau bahkan tiga kali untuk membelinya, dan memilih barter tanaman sebagai solusinya.
Elly mencontohkan harga aglonema (sri rejeki) dan janda Bolong yang dulunya hanya kurang dari Rp100 ribu kini bisa diperdagangkan hingga jutaan rupiah.Elly sendiri sendiri mengaku memiliki beberapa aglonema dengan berbagai bentuk daun dan variasi warna.
Sebagai pemerhati lingkungan dan pecinta tanaman hias, Elly menilai barter tanaman sebagai kegiatan komunitas yang bermanfaat. Selain untuk menjalin silaturahim dan menambah koleksi, katanya,kegiatan ini yang satuini memberi manfaat bagi lingkungan,seperti meningkatkan kegairahan untuk bercocok tanam, menumbuhkan perasaan cinta pada lingkungan, dan pada akhinya meningkatkan suplaioksigen untuk bumi. Sejumlah tanaman diketahui menghasilkan oksigen dan menyerap karbon sehingga dapat menyegarkan udara.
Meski demikian, Elly mengingatkan bahwa kegiatan mengoleksitanaman hias bukan hanya sekadar untuk bersenang-senang, atau ditekuni ketika sedang menjadi tren dan dilupakan ketika tidak lagi populer. Ia mengingatkan, merawat tanaman hias tidak hanya sekedar menyiram dan memberi pupuk, tapi juga membersihkan hamanya dan memperhatikan media pertumbuhannya.
“Bukan hanya sekedar tanah dari halaman diambil dan dimasukan ke pot. Kita harus memberinya pupuk kandang. Kalau tanamannyatidak suka media yang becek,kita harus mencampur tanannya dengan pasir atau sekam. Jadi media tanamnya yang harus kita perhatikan,” imbuhnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Di Amerika sendiri kegiatan barter tanaman antara sesama pecinta tanaman sudah lama berlangsung. Di Washington DC, contohnya, Washington Gardener Magazine mengorganisasikan acara barter tanaman pada setiap bulan September, dan dipublikasikan secara luas melalui Facebook. Pada tahun ini, kegiatan yang disebut "Annual DC Swap Plant" ini bahkan memasuki kali ke-14 penyelenggaraannya.
Pada kegiatan yang dilangsungkan di sebuah taman yang disebut National Arboretum, para pesertanya dibatasi. Mereka juga diwajibkan untuk membawa tanamna yang akan dipertukarkan dengan sesama pecinta tanama. Kegiatan ini berlangsung selama satu jam, termasuk bersosialisi, bertukar infrmasi mengenai tanaman, dan menikmati hidangan ringan. Proses barter tanamannya itu sendiri berlangsung luar biasa cepat, yakni hanya beberapa menit.
Cynthia Langan bersama suaminya mengaku senang dengan kegiatan ini. Pada acara barter tanaman September tahun lalu, ia mengaku seperti mendapat hadiah yang diimpikannya.
“Setiap tahun kami datang ke taman ini, tapi baru kali ini kamimengikuti kegiatan barter tanaman.Saya belum pernah punya Monstera, di acara barter tanaman saya mendapatkannya. Ini adalahtanaman hias yang selama ini saya kagumi dari kejauhan. Saya senang mendapatkannya,” jelasnya.
Perempuan berusia 42 tahun ini mengaku, kegiatannya mengoleksi tanaman hias merupakan hobi baru yang ditekuni sejak pandemi merebak. Berbagai pembatasan terkait protokol kesehatan mendorongnya untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, dan tentu saja, halaman rumahnya.
Persyaratan mengikuti kegiatan barter tanaman gampang-gampang sulit. Panitia mengharuskan peserta mendaftarkan diri terlebih dahulu, Para peserta biasanya disarankan untuk tidak membawa tanaman yang mudah ditemukan, karena biasanya tidak diminati, dan memiliki pengetahuan yang memadai mengenai apa dan bagaimana tanaman yang siap dipertukarkankannya.
Tanaman-tanaman itu harus diberi label yang menunjukkan nama tanaman itu (termasuk nama ilmiah), kebutuhan sinar matahari, kebutuhan air warna bunga (jika saat itu belum berbunga) dan catatan perawatan penting lainnya.
Tidak ada transaksi keuangan berlangsung dalam kegiatan ini karena pada intinya ditujukan sekadar untuk bertukar tanaman. [ab/uh]