Bagi Cecilia Gunawan, lari di luar ruangan jadi kesenangan tersendiri.
“Suasananya lebih segar aja sih. Terus bangun pagi. Minimal kalau di ruang publik kita masih bisa cari space lain, kalau bosan di sini bisa ke luar. Bisa ketemu banyak orang baru juga,” kisahnya.
Perempuan ini telah menekuni olahraga lari sejak 2016. Namun, posisinya sebagai perempuan membuatnya rentan terhadap pelecehan seksual di jalanan. Dia menceritakan pengalamannya ketika berlari di sekitar rumah.
“Jadi pas lari itu, biarpun sudah melawan arah, di belakang aku itu ada motor sengaja lawan arah dan—sorry—tepok pantat aku,” ujarnya kepada VOA.
“Itu ngeselin, dan waktu itu don’t know what to do. Cuma bisa marah teriak-teriak marah-marah. Tapi mereka juga sudah pergi dan bisa dengan santainya mereka ketawa-ketawa,” kisahnya geram.
Pengalaman itu membuatnya trauma berlari selama 1 bulan. Sampai akhirnya dia mengikuti komunitas lari dan merasa aman untuk berlari lagi di ruang publik.
BACA JUGA: Pameran Baju Penyintas Kekerasan Seksual Berupaya Hapus StigmaPengalaman dilecehkan juga dirasakan oleh Tamara Gondo, yang sering digoda lelaki di pinggir jalan. Salah satunya terjadi ketika dia masih SMP.
“Nggak cuma sekali aja. kok sering banget di-catcalling itu, dan nggak cuma di jalanan tapi juga di sekolah, tempat kerja. Itu membuka mata saya ternyata Indonesia masih banyak ya masalah gender equality-nya,” jelas Miss Indonesia Jawa Timur ini.
Pelecehan Seksual Masih Menarget Perempuan
Pelecehan seksual di ruang publik memang masih terus terjadi di Indonesia dan utamanya menyasar perempuan. Data Komnas Perempuan 2018 mencatat setidaknya ada 3.528 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah publik. Sebanyak 911 kasus adalah pencabulan, disusul 708 kasus pelecehan seksual.
BACA JUGA: Hak Pekerja Perempuan Belum MerdekaData serupa ditunjukkan oleh Hollaback! Jakarta, komunitas pencegahan kekerasan dan pelecehan di ruang publik. Co-Director Hollaback! Jakarta Anindya Restuviani mengatakan setidaknya ada 400 cerita yang masuk ke website-nya terkait pelecehan di ruang publik. Termasuk diantaranya perempuan yang sedang berolahraga.
Perempuan yang akrab disapa Vivi ini mengatakan para target pelecehan biasanya merasa tidak aman dan mengalami trauma. “Itu yang pertama, mereka merasa tidak aman. Dan yang paling utama itu adalah trauma itu,” jelasnya.
Vivi mengatakan ada lima cara untuk menghentikan pelecehan di jalanan. Setiap orang yang melihat pelecehan bisa melakukan 5D: direct, distract, delay, document, dan delegate.
“Yang pertama itu direct, di mana kita bisa mengintervensi secara langsung. Jadi kita langsung saja bilang ke pelakunya bahwa yang kamu lakukan itu salah dan itu adalah pelecehan,” jelasnya.
“Cuma yang paling kita utamakan adalah rasa aman dari diri kita sendiri untuk intervensi dan rasa aman target itu sendiri. Jadi yang kedua adalah distract. Jadi kita nggak harus langsung engage dengan pelaku tapi kita ke target pura-pura nanya misalnya jam berapa alamat ini di mana. (Ini) mendistraksi si pelaku akhirnya si pelaku melihat oh si target nggak sendirian akhirnya jadi dia membatalkan niatnya tadi,” jelasnya.
Sementara delay artinya menunda respon target dengan menawarkan bantuan. Vivi mengatakan, setiap orang juga bisa mendokumentasikan kejadian (document) dan melaporkannya kepada pihak berwenang (delegate).
Memperbanyak Ruang Aman bagi Perempuan di Ruang Publik
Di tengah banyaknya pelecehan di ruang publik, komunitas lari IndoRunners menggaet Hollaback! Jakarta dan cause.id untuk mengedukasi masyarakat terkait pelecehan. Sebanyak 300 pelari perempuan dan laki-laki Minggu (10/3/2019) mengikuti acara lari dan olahraga di kawasan bisnis SCBD, yang diakhiri dengan diskusi publik mengenai pelecehan.
Cecilia Gunawan dari IndoRunners mengatakan banyak perempuan pelari yang mengalami pelecehan di jalanan. Kata dia, diskusi ini telah membantu mereka memahami dan mencegah pelecehan di kemudian hari.
“Setelah dapat materi dari teman-teman Hollaback, jadi tahu juga kan? Meski kita nggak pernah mengalaminya pun, setidaknya kita bisa merangkul teman-teman yang pernah mengalami untuk tetap bisa terus hidup sehat dan berolahraga,” pungkasnya.
IndoRunners memiliki tiga tips supaya pelari dapat merasa lebih aman. Pertama, berlari melawan arah, supaya bisa melihat orang dari arah depan. Kedua, lari dengan komunitas. Ketiga, kecilkan volume musik jika mendengarkan lagu, supaya lebih waspada dengan sekitar.
Gerakan lari Nasional ini juga bekerjasama dengan SCBD menyediakan runners’ avenue, lintasan lari, setiap akhir pekan.
Vivi mengatakan upaya ini akan memperluas ruang publik yang aman bagi perempuan. “Mereka berusaha membuat safe space khususnya kepada perempuan untuk bisa berlari di ruang publik,” ungkapnya.
“Untuk teman-teman perempuan, memang kita belum hidup di dunia ideal. Cuma saya rasa dengan semakin banyak orang tahu bahwa mereka punya kekuatan untuk menghentikan pelecehan, aku rasa pasti akan lebih aman juga bagi teman-teman untuk mengakses ruang publik untuk berolahraga,” tutupnya.
Acara lari ini juga memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret dan menyambut Women’s March Jakarta pada 27 April. (rt/em)