Dermaga yang dibangun oleh militer AS untuk mengangkut bantuan kemanusiaan ke Gaza akan dibongkar dan dibawa pulang. Langkah tersebut mengakhiri misi yang telah berulang kali menghadapi masalah cuaca dan keamanan, sehingga membatasi jumlah makanan dan bantuan lain yang bisa diberikan kepada warga Palestina yang kelaparan.
Wakil Laksamana Brad Cooper, wakil komandan Komando Pusat AS, mengatakan kepada wartawan dalam jumpa pers di Pentagon pada Rabu (17/7) bahwa dermaga itu telah menjalankan tujuannya dalam apa yang ia sebut “operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Seiring perginya militer AS dari jalur laut untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan, muncul pertanyaan tentang rencana baru Israel untuk menggunakan pelabuhan di Ashdod itu sebagai pelabuhan cadangan.
Belum banyak informasi tentang mekanisme pelabuhan cadangan itu. Kelompok-kelompok bantuan justru khawatir apakah mereka akan memiliki jalur penyeberangan darat yang cukup untuk memperoleh bantuan ke Gaza.
BACA JUGA: HRW: Hamas Lakukan ‘Ratusan’ Kejahatan Perang pada Serangan 7 OktoberNamun demikian, Cooper mengatakan bahwa koridor Ashdod akan lebih berkelanjutan.
Pihak oposisi menyebut dermaga seharga US$230 juta (sekitar Rp3,7 triliun) itu sebagai investasi yang sia-sia, yang tidak berhasil membawa masuk jumlah bantuan yang dibutuhkan untuk mengatasi bencana kelaparan yang mebayangi warga Gaza.
Meski demikian, militer AS membela pembangunan dermaga itu dengan mengatakan fasilitas itu menjadi harapan terbaik ketika aliran bantuan yang masuk ke Gaza sangat perlahan di tengah krisis kelaparan. Dermaga itu diklaim telah mengirim hampir sembilan juta kilogram bantuan yang sangat dibutuhkan warga Palestina.
Presiden AS Joe Biden, yang mengumumkan pembangunan dermaga itu dalam pidato kenegaraannya pada Maret lalu di Kongres AS, mengungkapkan kekecewaannya akan dermaga yang tidak berjalan sesuai harapan. [rd/em]