Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berharap bahwa konferensi yang dimulai Senin (27/6) akan menghadirkan momentum baru bagi upaya berlarut-larut untuk menghasilkan kesepakatan internasional tentang melindungi lautan dunia.
Konferensi Kelautan PBB selama lima hari di Lisbon, Portugal, mempertemukan para pejabat senior dan ilmuwan dari lebih dari 120 negara, serta para aktivis yang kecewa dengan kegagalan untuk membuat aturan internasional yang memastikan kelestarian laut.
Tidak ada kerangka hukum yang komprehensif yang melindungi laut lepas. Lautan menutupi sekitar 70% permukaan bumi dan menyediakan makanan dan mata pencaharian bagi miliaran orang. Beberapa aktivis menyebut lautan sebagai area terbesar yang tidak diatur di planet ini.
Lautan menghadapi ancaman “berat'' dari pemanasan global, polusi, pengasaman dan masalah-masalah lainnya, kata PBB. Penambangan laut dalam yang berpotensi berbahaya juga tidak memiliki aturan.
BACA JUGA: Organisasi-organisasi Lingkungan Bahu Membahu Selamatkan Penyu di Perairan KenyaKonferensi tersebut akan mengadopsi sebuah deklarasi yang, meskipun tidak mengikat para penandatangannya, dapat membantu mengimplementasikan dan memfasilitasi perlindungan dan konservasi lautan dan sumber dayanya, menurut PBB. Deklarasi tersebut akan disahkan pada hari Jumat.
Namun, yang masih di luar jangkauan adalah kesepakatan internasional baru yang penting tentang Keanekaragaman Hayati di Luar Yurisdiksi Nasional, yang juga dikenal sebagai Perjanjian Laut Lepas.
Perjanjian itu sedang dirundingkan dalam kerangka Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang merupakan perjanjian internasional utama yang mengatur aktivitas maritim manusia.
Namun, setelah 10 tahun pembicaraan, termasuk putaran keempat negosiasi tiga bulan lalu, kesepakatan masih belum terlihat. Putaran kelima dijadwalkan pada Agustus di New York.
“Ekosistem terbesar di dunia ... masih tidak terlindungi dan sedang sekarat saat ini,'' kata kelompok aktivis Ocean Rebellion menjelang acara di Lisbon.
Para aktivis merencanakan demonstrasi di kota pelabuhan Atlantik itu selama acara tersebut.
Terlepas dari frustrasinya, konferensi tersebut adalah “kesempatan penting untuk mempercepat'' langkah-langkah menuju perjanjian laut lepas, kata PBB, karena para delegasi secara informal memperdebatkan cara-cara yang mungkin untuk mewujudkannya.
BACA JUGA: Great Barrier Reef Alami Pemutihan Karang yang MeluasKonferensi ini juga diperkirakan akan menegaskan kembali sekitar 62 komitmen yang dibuat oleh pemerintah-pemerintah pada pertemuan puncak sebelumnya di Nairobi, Kenya, pada tahun 2018, mulai dari melindungi negara-negara pulau kecil dengan ekonomi berbasis laut hingga penangkapan ikan yang berkelanjutan dan memerangi pemanasan air. Model pembiayaan untuk konservasi laut dan mengupayakan solusi inovatif berbasis sains yang dapat meningkatkan kesehatan laut juga menjadi agenda tahun ini,
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, utusan iklim AS John Kerry dan Presiden Prancis Emmanuel Macron termasuk di antara mereka yang menghadiri beberapa hari acara tersebut. [ab/lt]