Konflik Agama Ancam Reformasi di Burma

  • Daniel Schearf

Orang-orang membawa senjata dalam kerusuhan sektarian antara warga Budha dan Muslim di kota Meikhtila, Burma (22/3).

Pemerintah Burma mengatakan, menyebarnya ketegangan antara umat Budha dan Muslim mengancam reformasi demokrasi di negara itu.
Perselisihan antara kelompok-kelompok agama di Burma tengah pekan lalu menewaskan sedikitnya 40 orang dan puluhan rumah serta masjid dibakar. Kalangan analis mengatakan bahwa retorika toleransi kelompok ekstremis Buddha dan sikap anti-Muslim adalah penyebabnya.

Sebuah pernyataan resmi, disiarkan lewat televisi nasional Burma Senin malam, terjadi setelah sepekan bentrokan antara umat Buddha dan Muslim menyebar dari pusat negara itu, meningkatkan kekhawatiran akan konflik agama yang lebih luas.

Presiden Thein Sein hari Jumat mengumumkan keadaan darurat di Meiktila dan kota-kota di sekitar selatan Mandalay, meminta tentara untuk membantu mengakhiri kekerasan.

Militer ditempatkan di Meiktila, namun massa Buddha kemudian membakar masjid dan rumah-rumah di kota-kota yang jauh di selatan.

Kekhawatiran akan menyebarnya kerusuhan ke bekas ibukota Burma, Rangoon, membuat sebagian pemilik toko menutup bisnisnya lebih awal.

Ko Ko Hlaing adalah kepala penasihat politik presiden Burma. Dalam sebuah wawancara hari Selasa dengan VOA, ia mengakui adanya masalah dengan kelompok-kelompok ekstremis Buddha di Burma.

"Ya, ada beberapa elemen ekstrimis dalam masyarakat Buddhis. Tapi, sekarang sejumlah tokoh terkemuka Buddhis dan biksu senior datang ke tempat kejadian bersama para pemimpin agama dari komunitas Muslim, untuk menyelesaikan sengketa ini secara damai,” kata Hlaing.

Pertumpahan darah dimulai pekan lalu dengan sengketa di Meiktila antara seorang Muslim pemilik toko emas dan pelanggannya orang Buddha -- yang kemudian meningkat menjadi perkelahian di jalanan dan penjarahan.

Pihak berwenang awalnya meremehkan perbedaan agama dan menyebut insiden itu sebagai kerusuhan dan penjarahan. Tapi setelah seorang biksu tewas, massa Buddha yang bersenjatakan pisau dan pentungan, mengobrak-abrik kawasan perumahan muslim, membakar masjid dan rumah-rumah.

Beberapa wartawan yang mencoba merekam dan memotret kekerasan itu diancam oleh para biksu yang bersenjatakan pisau.

Matthew Walton adalah seorang profesor ilmu politik di Universitas George Washington. Berbicara melalui Skype, menurutnya terlalu sedikit umat Buddha – yang merupakan mayoritas Burma itu -bersedia menantang pandangan ekstremis dari beberapa pemimpin agama mereka.

Walton mengatakan, umat Muslim adalah salah satu kelompok yang secara historis ditargetkan sebagai kambing hitam di Burma ketika situasi tidak aman muncul.