Kongres Diaspora Indonesia ke-4 Berakhir

Mantan Presiden AS, Barack Obama, Berbicara dalam Kongres Diaspora Indonesia ke-4 di Kota Kasablanka, Jakarta, (1/7) (foto: VOA/Priyo Pujiwasono)

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 telah berakhir. Ketua Diaspora Indonesia, Dino Patti Djalal mengatakan salah satu isu krusial yang dibahas dalam kongres tersebut adalah masalah dwi kewarganegaraan.

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 yang diselenggarakan sejak Sabtu (1/7) di Kasablanka Hall, Jakarta Selatan, resmi berakhir pada Selasa (4/7).

Ketua Diaspora Indonesia, Dino Patti Djalal Selasa (4/7) menyatakan isu krusial yang menjadi pembahasan dalam kongres diaspora ini adalah menyelesaikan permasalahan dwi kewarganegaraan. Dino mengatakan hal itu bisa bermanfaat apabila diberikan secara selektif untuk perlindungan warga negara Indonesia (WNI) dan sumbangan pendapatan negara.

Jika fungsi dwi kewarganegaraan dapat diterapkan di Indonesia, nantinya WNI yang berada di luar negeri dapat membawa dampak positif bagi industri pariwisata di Indonesia.

"Masih panjang memang, tapi itu aspirasi nomor satu dari diaspora Indonesia, mengenai dwi kewarganegaraan. Keuntungannya banyak ya. Satu patennya karya orang Indonesia di luar negeri saja bisa lebih besar dari seluruh rakyat Indonesia. Lihat saja TKI. Sumbangan TKI itu lebih besar daripada industri pariwisata di Indonesia," jelas Dino.

Selain itu lanjut Dino, dalam kongres ini nilai-nilai solidaritas dan kebhinekaan juga dikuatkan.

"Nilai-nilai yang penting adalah kita bisa menjaga ke-Indonesiaan kita. Kebhinekaan, solidaritas, toleransi dan keterbukaan," jelasnya.

Rusdinadar Sigit, diaspora Indonesia di Malaysia mengaku tidak mengalami kesulitan yang berarti selama 17 tahun berusaha di Malaysia. Namun demikian, pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas ini menekankan pentingnya memperhitungkan risiko secara cermat dalam berusaha di luar negeri.

"Awalnya sedikit masalah tentang trust saja. Tapi kemudian sudah mengenal budaya dan business system di Malaysia. Semuanya bagi saya mudah, ga ada yang susah. Hanya saja memang ada risk yang perlu diperhitungkan. Karena ini berusaha di negara orang. Karena kalau sampai gagal itu risikonya banyak," jelas Rusdinadar.

Mengenai dwi kewarganegaraan, Rusdinadar berpendapat hal itu bukanlah sesuatu yang penting.

"Buat Indonesia sebenarnya ga terlalu perlu. Nanti ada kebingungan soal pajak. Gimana harus membayar pajak di dua negara. Saya sudah 17 tahun di Malaysia tetap baik-baik saja," imbuhnya.

Rusdinadar berharap acara pertemuan diaspora Indonesia ini nantinya bisa menciptakan jaringan kerja antara WNI yang bekerja di luar negeri dan profesional muda yang berusaha di Indonesia.

"Jangan ini sekedar pesta menunjukkan kehebatan kita di luar negeri. Tapi yang belum digarap adalah menghubungkan orang di luar negeri yang punya pengalaman selama di luar dengan orang-orang yang ada di dalam negeri," tambah Rusdinadar.

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 yang dimulai hari Sabtu (1/7) dengantema “Bersinergi Bangun Negeri” resmi berakhir pada Selasa (4/7). Sejumlah orang terkemuka berkumpul di kongres tersebut, mulai dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, penyanyi Anggun C. Sasmi, hingga pemeran Power Ranger Yoshi Sudarso. Acara yang dihadiri lebih dari 3.000 orang ini juga diisi dengan pidato inspiratif dari mantan Presiden Amerika Barack Obama.

Your browser doesn’t support HTML5

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 Berakhir


Kongres Diaspora Indonesia digagas oleh Indonesian Diaspora Network (IDN). IDN dididikan pada 2012 oleh Dino Patti Djalal yang saat itu menjabat Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat antara 10 Agustus 2010 hingga 17 September 2013.

Istilah Diaspora, jika merujuk pada situs Indonesia Diaspora Network, memiliki arti warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri dan terbagi dalam empat kelompok. Kelompok pertama, WNI yang tinggal di luar negeri atau masih memegang paspor Indonesia secara sah. Kelompok kedua, warga Indonesia yang telah menjadi warga negara asing karena proses naturalisasi dan tidak lagi memiliki paspor Indonesia.

Kelompok ketiga, warga negara asing yang memiliki orang tua atau leluhur berasal dari Indonesia. Kelompok keempat, warga negara asing yang sama sekali tak memiliki pertalian leluhur dengan Indonesia, namun memiliki kecintaan luar biasa terhadap Indonesia. [aw/uh]