Konjen AS Surabaya Beri Penghargaan untuk Gus Dur

  • Petrus Riski

Dubes AS Scot Marciel dan putri mantan presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, Alissa Wahid, melihat pameran foto Martin Luther King dan Gus Dur di Konjen AS Surabaya. (VOA/Petrus Riski)

Mantan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid disejajarkan dengan pahlawan AS Martin Luther King Jr. yang konsisten memperjuangkan hak-hak sipil.
Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya memberikan penghargaan kepada mantan presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, menyejajarkannya dengan tokoh pejuang hak sipil Dr. Martin Luther King Jr. yang menegakkan nilai-nilai pluralisme dan hak asasi manusia.

Dalam acara bertajuk “A Tribute to Martin Luther King and Abdurrahman Wahid: Legacies of Pluralism, Diversity and Democracy” di Surabaya, Selasa (22/1), Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel mengatakan, Gus Dur serta Martin Luther King Jr. merupakan tokoh besar yang dimiliki bangsa Indonesia dan Amerika Serikat. Mereka telah secara konsisten memperjuangkan tegaknya hak asasi manusia, di tengah maraknya diskriminasi dan intimidasi kelompok mayoritas terhadap minoritas, ujarnya.

“Dalam pertentangan antara dua kekuatan yang baik dan buruk, saat seperti inilah tokoh-tokoh seperti Gus Dur dan Martin Luther King memainkan peranan yang sangat penting. Agar malaikat-malaikat yang baik itu bisa berhasil dalam mencapai tujuannya, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang kuat, tokoh-tokoh yang memimpin dan mendorong di saat-saat yang sulit karena mereka percaya apa yang benar,” ujar Marciel.

“Dan inilah persamaan yang dimiliki baik oleh Gus Dus Dur maupun Dr. Martin Luther King. Mereka adalah suara yang konsisten yang terus membela toleransi, penghargaan, dan kerukunan antara orang-orang yang tinggal diantara kita.”

Amerika Serikat sendiri pada Senin (21/1) merayakan Hari Martin Luther King Jr, yang merupakan libur nasional, dan bertepatan dengan inaugurasi Presiden Barack Obama yang kedua kalinya.

Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur, mengatakan banyaknya kasus-kasus intoleransi berbasis agama dan mayoritas minoritas, masih menjadi tantangan bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi yang terdiri dari banyak kelompok serta golongan.

Nilai perjuangan dan keberanian dalam menegakkan hak asasi manusia serta keadilan yang diteladankan Gus Dur diyakininya akan diteruskan oleh generasi penerus sehingga akan dapat dirasakan hasilnya.

“Orang seperti Martin Luther King misalnya, beliau berjuang, di tengah perjuangan sudah meninggal. Tapi kan sekarang terlihat dampaknya, ada Barack Obama sebagai presiden. Jadi prosesnya itu akan panjang. Sama dengan yang dulu diperjuangkan oleh Gus Dur, ini riaknya masih sampai sekarang. Nanti mungkin perubahan yang benar-benar signifikannya masih satu dasawarsa ke depan, kalau kita berhasil dalam prosesnya,” ujar Alissa.

Budayawan dan teman dekat Gus Dur, Emha Ainun Nadjib, mengungkapkan ketokohan dan bukti perjuangan Gu Dur harus diteliti dan digali secara serius menjadi sebuah buku sejarah yang benar, agar tidak ada keraguan dan menjadi penghargaan negara terhadap pejuangnya.

“Sekarang kita memperjelas Gus Dur ini siapa, maka diperlukan penelitian, identifikasi, pengumpulan data-data, fakta-fakta sebanyak mungkin, peristiwa-peristiwa sosial, untuk supaya kita tahu persis Gur Dur ini. Supaya tidak takhayul, supaya tidak mitologisasi, supaya tidak kultus individu, jadi semua berdasarkan fakta sejarah,” ujar Emha.