Menurut Menteri Keuangan, Agus Martowardojo di Jakarta beberapa waktu lalu, pemerintah belum khawatir dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang saat ini berada di kisaran 75 dolar per-barel. Pemerintah justru khawatir dengan kecenderungan terus meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi.
“Kita ada dana dan kita menggunakan asumsi bahwa harga minyak itu 65 dollar, kan sekarang asumsi minyaknya adalah di 80 dollar, jadi sebetulnya kalau sekarang realisasi daripada harga minyak itu masih di kisaran 70 sampai 75 jadi kita ada kelebihan dari apa yang dianggarkan, kalau seandainya konsumsi agak meningkat memang kita perlu waspadai,” jelas Menkeu.
Perkiraan semula konsumsi BBM bersubsidi tahun ini sekitar 36,5 juta kiloliter, namun terus mengalami peningkatan menjadi sekitar 40 juta kiloliter. Bahkan Pertamina memperkirakan angka tersebut akan terus naik hingga sekitar 42 juta kiloliter.
Tahun ini pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar 89,3 triliun rupiah dan dibutuhkan tambahan sekitar 9 triliun rupiah, jika konsumsi BBM meningkat sesuai perkiraan Pertamina.
Sementara itu anggota panitia anggaran DPR RI, Yoga Mauladi, menilai apa-pun kondisinya baik itu kenaikan harga minyak mentah dunia maupun meningkatnya konsumsi BBM, setiap warga negara tetap memiliki hak mendapatkan subsidi. Yang membedakan menurutnya adalah besaran subsidi yang diterima oleh masyarakat mampu dan kurang mampu. Ia berpendapat pemerintah tidak harus terus mengeluh mengenai beban subsidi.
“Bahwa apa-pun rakyat itu mau miskin, mau kaya, dia rakyat Indonesia, dia harus diberi subsidi,” kata Yoga.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum bidang investasi Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Chris Canter.
“Tetapi kita juga sulit, nggak mungkin kan Kadin, pengusaha itu harus mengambil posisi misalnya dia menjadi badan sosial atau apa kalo dia harus menanggung,” ujar Chris.
Menurutnya, kalangan pengusaha pun masih membutuhkan berbagai subsidi termasuk BBM, agar tidak terlalu memberatkan operasional perusahaan.