Studi baru periset Amerika mengungkapkan pengurangan batas usia pemeriksaan payudara menjadi dua tahun sekali untuk perempuan di atas 50 tahun, dapat mengakibatkan tidak terdeteksinya kanker yang berpotensi mematikan.
NEW YORK —
Pedoman mamografi kontroversial tahun 2009, yang mengurangi pemeriksaan kanker payudara menjadi dua tahun sekali untuk perempuan di atas 50 tahun, dapat mengakibatkan kanker yang berpotensi mematikan yang tidak terdeteksi, demikian menurut studi baru para periset di Amerika.
Dalam studi yang dilakukan terhadap lebih dari 43 ribu perempuan berusia 40 sampai 49 tahun dan 65 tahun ke atas, terdeteksi 205 kasus kanker payudara setelah pemeriksaan mamografi dilakukan di New York Presbyterian Hospital/Weill Cornell Medical Center. Hampir 20 persen ditemukan pada perempuan berusia 40-an dan separuhnya invasif atau menyebar dari payudara.
Pemimpin studi ini, Elizabeth Arleo adalah profesor radiologi di Weill Medical College. Temuan itu, katanya, menyanggah rekomendasi baru-baru ini untuk mengurangi frekuensi pemeriksaan menjadi dua tahun sekali karena, menurut pendapat sebagian pakar, hanya sedikit perempuan yang terkena kanker pada usia 40-an.
"Masih belum mungkin menentukan kanker mana yang akan berkembang menjadi penyakit ganas. Jadi sebelum biologi kanker payudara dipahami, dan kedokteran moderen dapat menentukannya, studi kami lebih menyokong pemeriksaan tahunan dimulai pada usia 40," kata Profesor Arleo.
Penelitian Arleo ini menyusul sebuah artikel seminggu sebelumnya di New England Journal of Medicine, yang mempelajari data pemerintah Amerika tentang mamografi payudara selama 30 tahun.
Para penulis itu melaporkan bahwa hampir 1 dari 3 pasien, atau 1,3 juta perempuan, dengan tumor yang dideteksi melalui pemeriksaan rutin, mungkin menjalani pengobatan tumor yang tidak mengancam nyawa.
Kalangan ahli radiologi dan aktifis perempuan tiga tahun lalu dihebohkan dengan saran Satgas Dinas Pencegahan Penyakit Amerika yang menyarankan agar perempuan usia 50 tahun ke atas menjalani pemeriksaan mamografi setiap dua tahun sekali dan tidak harus dimulai pada usia 40.
Panel itu berpendapat pedoman mereka akan mengurangi tes-tes dan biopsi yang tidak perlu serta mengurangi paparan radiasi dikalangan perempuan muda yang lebih kecil kemungkinannya terkena kanker.
"Pemeriksaan rutin setiap dua tahun bermanfaat besar dalam hal mengurangi kematian akibat kanker payudara dan sekaligus mengurangi dampak buruknya," kata Diana Petitti, anggota satgas yang membela revisi pedoman tersebut.
Namun demikian, American Cancer Society masih merekomendasikan pemeriksaan tahunan itu dimulai pada usia 40.
Profesor Arleo percaya rekomendasi yang berbeda itu akan membuat para perempuan khawatir dan bingung. Kata Arleo, dia melihat banyak pasien usia 40-an terkena kanker setelah menunggu mamografi selama dua tahun.
"Di tempat praktek dokter setiap hari, kami tidak bingung, kami terus menyarankan setiap perempuan yang datang, yang bingung dengan pesan yang simpang siur itu, saran yang sama; praktekkan pencegahan yang baik dan lakukan mamografi tahunan mulai usia 40," ungkap Profesor Arleo.
Arleo menyampaikan hasil penelitiannya pada pertemuan Radiological Society of North America baru-baru ini.
Dalam studi yang dilakukan terhadap lebih dari 43 ribu perempuan berusia 40 sampai 49 tahun dan 65 tahun ke atas, terdeteksi 205 kasus kanker payudara setelah pemeriksaan mamografi dilakukan di New York Presbyterian Hospital/Weill Cornell Medical Center. Hampir 20 persen ditemukan pada perempuan berusia 40-an dan separuhnya invasif atau menyebar dari payudara.
Pemimpin studi ini, Elizabeth Arleo adalah profesor radiologi di Weill Medical College. Temuan itu, katanya, menyanggah rekomendasi baru-baru ini untuk mengurangi frekuensi pemeriksaan menjadi dua tahun sekali karena, menurut pendapat sebagian pakar, hanya sedikit perempuan yang terkena kanker pada usia 40-an.
"Masih belum mungkin menentukan kanker mana yang akan berkembang menjadi penyakit ganas. Jadi sebelum biologi kanker payudara dipahami, dan kedokteran moderen dapat menentukannya, studi kami lebih menyokong pemeriksaan tahunan dimulai pada usia 40," kata Profesor Arleo.
Penelitian Arleo ini menyusul sebuah artikel seminggu sebelumnya di New England Journal of Medicine, yang mempelajari data pemerintah Amerika tentang mamografi payudara selama 30 tahun.
Para penulis itu melaporkan bahwa hampir 1 dari 3 pasien, atau 1,3 juta perempuan, dengan tumor yang dideteksi melalui pemeriksaan rutin, mungkin menjalani pengobatan tumor yang tidak mengancam nyawa.
Kalangan ahli radiologi dan aktifis perempuan tiga tahun lalu dihebohkan dengan saran Satgas Dinas Pencegahan Penyakit Amerika yang menyarankan agar perempuan usia 50 tahun ke atas menjalani pemeriksaan mamografi setiap dua tahun sekali dan tidak harus dimulai pada usia 40.
Panel itu berpendapat pedoman mereka akan mengurangi tes-tes dan biopsi yang tidak perlu serta mengurangi paparan radiasi dikalangan perempuan muda yang lebih kecil kemungkinannya terkena kanker.
"Pemeriksaan rutin setiap dua tahun bermanfaat besar dalam hal mengurangi kematian akibat kanker payudara dan sekaligus mengurangi dampak buruknya," kata Diana Petitti, anggota satgas yang membela revisi pedoman tersebut.
Namun demikian, American Cancer Society masih merekomendasikan pemeriksaan tahunan itu dimulai pada usia 40.
Profesor Arleo percaya rekomendasi yang berbeda itu akan membuat para perempuan khawatir dan bingung. Kata Arleo, dia melihat banyak pasien usia 40-an terkena kanker setelah menunggu mamografi selama dua tahun.
"Di tempat praktek dokter setiap hari, kami tidak bingung, kami terus menyarankan setiap perempuan yang datang, yang bingung dengan pesan yang simpang siur itu, saran yang sama; praktekkan pencegahan yang baik dan lakukan mamografi tahunan mulai usia 40," ungkap Profesor Arleo.
Arleo menyampaikan hasil penelitiannya pada pertemuan Radiological Society of North America baru-baru ini.