Kontroversi Naiknya Harga Pangan Menjelang Hari Raya Keagamaan

  • Iris Gera

Suasana di pasar tradisional Indonesia menjelang hari raya Idul Fitri (Foto: dok).

Pemerintah dinilai kurang mampu membendung sistem ekonomi liberal sehingga harga pangan menjelang hari raya keagamaan tetap bergolak.
Pemerintah sudah maksimal mengatasi gejolak harga pangan seperti diungkapkan pejabat Kementerian Perdagangan RI, Retno Rukmiwati. Namun menurut Sekjen Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia, Ngadiran, upaya pemerintah mengatasi harga pangan belum mampu dibuktikan.

Dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (21/7), Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Kementerian Perdagangan, Retno Rukmiwati, menegaskan pemerintah RI sudah berupaya mengatasi kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok. Kenaikan harga terjadi ditambahkanya karena tingginya permintaan.

Ditegaskannya sejak awal pemerintah sudah bekerjasama dengan para pengusaha yang bergerak dibidang pengadaan kebutuhan pangan untuk mengalihkan impor dari semester satu ke semester dua 2012 sebagai upaya antisipasi menjelang hari-hari besar keagamaan.

“Pemerintah sedang melakukan upaya-upaya bagaimana cara mengatasi, tetapi dari para pelaku menyampaikan bahwa ketersediaan cukup karena nanti akan ada alokasi akan dipindahkan, alokasi impor semester pertama dan kedua. Jadi mereka akan atur itu sehingga mereka menjamin bahwa ketersediaan cukup,” demikian keterangan Retno Rukmiyati.

Hal senada juga disampaikan, Direktur Perusaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog, Sutarto Alimoeso. Pemerintah ditegaskannya sudah berupaya maksimal menekan harga pangan meski diakuinya juga masih ada beberapa kendala.

Sutarto menilai kenaikan harga pangan disebabkan oleh tiga faktor. “Kalau kita bicara supply dan demand pasti keterkaitannya adalah produksi. Produksi dalam negeri agar kita tidak perlu impor," kata Sutarto Alimoeso. "Yang kedua kaitannya dengan disribusi, yang ketiga kaitannya dengan situasi harga dunia. Nah ini mau tidak mau produksi pangan kita itu memang harus ditingkatkan," tambahnya.

Menurut Sutarto, untuk meningkatkan produksi pangan, perlu partisipasi seluruh masyarakat termasuk pemerintah.

Pengamat dari lembaga kajian ekonomi, Econit, Hendry Saparini, mengatakan penegasan pemerintah tersebut belum disertai dengan langkah kongkrit.

“Kalau kita bicara pangan itu strategis maka harus ada konsekuensi. Jadi nggak bisa jadi jargon bahwa pertanian itu penting. Pangan itu penting, (oleh karena itu) sebagai sebuah pengambil kebijakan, (hal itu) harus diimplementasikan di dalam strategy dan policy," kata Hendry Saparini.

Sementara bagi Sekjen Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia, Ngadiran, kenaikan harga pangan yang terus terjadi di tanah air merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah membendung sistem ekonomi liberal. Terus masuknya impor bahan pangan ditambahkannya menjadikan harga-harga di pasar tidak pernah stabil.

“Indonesia sudah lepas dari IMF, tetapi 'kan alur ekonomi tetap ekonomi yang (menganut) liberalisme, bagaimana ekonomi rakyat ini akan dipertahankan?," kata Ngadiran. "Kita diadu dengan pengusaha-pengusaha besar, dan yang paling ironis adalah kita mengandalkan impor. Selain dari itu, infrastruktur distribusi harus diperhatikan,” tambah Sekjen Pasar Tradisional Seluruh Indonesia.