Menko Perekonomian/Plt Menteri Keuangan, Hatta Rajasa, mengatakan pemerintah akan mencari solusi terbaik untuk masyarakat kurang mampu jika harga BBM bersubsidi naik.
JAKARTA —
Menurut Menteri Hatta Rajasa, Pemerintah sudah memperhitungkan secara cermat dampak yang akan terjadi bagi masyarakat kurang mampu akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, dan saat ini sedang menghitung serta mencari mekanisme tepat terkait kompensasi yang akan diberikan.
“Akan ada dampak terhadap masyarakat yang miskin, inflasi akan naik ya tentu harga-harga akan meningkat, transportasi akan naik. Disinilah penting kita memberikan suatu kompensasi kepada masyarakat yang terkena (dampak) itu," ungkap Menteri Hatta Rajasa. "Tidak hanya masyarakat yang miskin yang (jumlahnya sekitar) 30 juta (orang) tapi juga yang near poor, dan juga yang sedikit di atas garis kemiskinan akan terkena. Oleh sebab itu ini harus kita berikan program yang disebut bantuan langsung sementara,” lanjutnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Natsir Mansyur menegaskan pengusaha mendukung pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan menerapkan satu harga.
Terkait dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan meski harga BBM bersubsidi belum naik menurutnya hal biasa. “Sudah pasti berdampaklah karena aspek psikologisnya itu. Pemerintah baru menyampaikan rencana saja, sudah naik (harga) barangnya gitu, apalagi sudah diumumkan. Sekarang, kalau kita lihat pendapat dunia usaha sih, dinaikkan saja secara keseluruhan harga BBM ini,” kata Natsir Mansyur.
Tidak demikian halnya dengan Yono, seorang pedagang di pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Menurutnya sejak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi masih dalam tahap wacana, berbagai harga kebutuhan sudah naik sehingga ia khawatir harga akan terus melonjak jika harga BBM bersubsidi benar-benar naik.
“Gula putih, mie instant per karton naik Rp 3.500 dan telur terutama itu dari harga Rp15 ribu sekarang sudah Rp19 ribu per kilonya. Kalau BBM naik, pasti otomatis mengganggu, (harga barang) semuanya pasti naik," kata Yono.
Yono berharap pemerintah tidak menaikan harga BBM bersubsidi karena menurutnya akan berdampak negatif terhadap profesinya sebagai pedagang dan masyarakat kurang mampu.
“Pemerintah jangan naikin BBM dulu, deh! Orang kecil kayak kita itu pedagang nambah modal gitu, ya pasti menurun. Dari konsumen, biasanya kalau barang naik dikurangi dari daya belinya,” lanjutnya.
Pemerintah sebelumnya sudah menyampaikan kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi. Yang saat ini Rp 4.500 per liter akan naik menjadi antara Rp 5.500 per liter hingga Rp 6.500 per liter. Rencana pemerintah menerapkan kebijakan dua harga untuk BBM bersubsidi akhirnya batal karena sulit saat implementasi di lapangan.
Dengan menerapkan harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter untuk angkutan umum dan sepeda motor, sementara Rp 6.500 per liter untuk kendaraan pribadi dan kendaraan dinas milik pemerintah akan memicu keributan. Sistem dua harga juga berportensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mendapat keuntungan dari adanya perbedaan harga BBM bersubsidi.
“Akan ada dampak terhadap masyarakat yang miskin, inflasi akan naik ya tentu harga-harga akan meningkat, transportasi akan naik. Disinilah penting kita memberikan suatu kompensasi kepada masyarakat yang terkena (dampak) itu," ungkap Menteri Hatta Rajasa. "Tidak hanya masyarakat yang miskin yang (jumlahnya sekitar) 30 juta (orang) tapi juga yang near poor, dan juga yang sedikit di atas garis kemiskinan akan terkena. Oleh sebab itu ini harus kita berikan program yang disebut bantuan langsung sementara,” lanjutnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Natsir Mansyur menegaskan pengusaha mendukung pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan menerapkan satu harga.
Terkait dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan meski harga BBM bersubsidi belum naik menurutnya hal biasa. “Sudah pasti berdampaklah karena aspek psikologisnya itu. Pemerintah baru menyampaikan rencana saja, sudah naik (harga) barangnya gitu, apalagi sudah diumumkan. Sekarang, kalau kita lihat pendapat dunia usaha sih, dinaikkan saja secara keseluruhan harga BBM ini,” kata Natsir Mansyur.
Tidak demikian halnya dengan Yono, seorang pedagang di pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Menurutnya sejak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi masih dalam tahap wacana, berbagai harga kebutuhan sudah naik sehingga ia khawatir harga akan terus melonjak jika harga BBM bersubsidi benar-benar naik.
“Gula putih, mie instant per karton naik Rp 3.500 dan telur terutama itu dari harga Rp15 ribu sekarang sudah Rp19 ribu per kilonya. Kalau BBM naik, pasti otomatis mengganggu, (harga barang) semuanya pasti naik," kata Yono.
Yono berharap pemerintah tidak menaikan harga BBM bersubsidi karena menurutnya akan berdampak negatif terhadap profesinya sebagai pedagang dan masyarakat kurang mampu.
“Pemerintah jangan naikin BBM dulu, deh! Orang kecil kayak kita itu pedagang nambah modal gitu, ya pasti menurun. Dari konsumen, biasanya kalau barang naik dikurangi dari daya belinya,” lanjutnya.
Pemerintah sebelumnya sudah menyampaikan kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi. Yang saat ini Rp 4.500 per liter akan naik menjadi antara Rp 5.500 per liter hingga Rp 6.500 per liter. Rencana pemerintah menerapkan kebijakan dua harga untuk BBM bersubsidi akhirnya batal karena sulit saat implementasi di lapangan.
Dengan menerapkan harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter untuk angkutan umum dan sepeda motor, sementara Rp 6.500 per liter untuk kendaraan pribadi dan kendaraan dinas milik pemerintah akan memicu keributan. Sistem dua harga juga berportensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mendapat keuntungan dari adanya perbedaan harga BBM bersubsidi.