Para pendukung perjanjian internasional yang melarang penggunaan bom tandan berupaya mencegah turunnya dukungan terhadap perjanjian tersebut.
Salah satu kelompok HAM terkemuka menyebut keputusan AS untuk mengirimkan senjata semacam itu ke Ukraina untuk perjuangannya melawan Rusia “tidak masuk akal.”
Kelompok-kelompok advokasi di Koalisi Anti Bom Tandam merilis laporan tahunan terbaru mereka pada hari Selasa (5/9).
Perilisan laporan ini berlangsung menjelang pertemuan Konvensi Bom Tandan minggu depan, yang melarang penggunaan bom tersebut dan menyerukan pembersihan area di mana bom tersebut berserakan.
Amerika Serikat dan Rusia tidak termasuk di antara negara-negara anggota konvensi tersebut.
Mary Wareham dari Human Rights Watch, yang telah lama memperjuangkan konvensi yang telah berusia 15 tahun tersebut, mengatakan bahwa koalisi tersebut prihatin dengan keputusan AS pada bulan Juli yang mengirim ribuan peluru bom tandan 155 mm ke Ukraina.
Lebih dari 20 pemimpin dan pejabat pemerintah mengkritik keputusan tersebut, kata koalisi itu.
Para pejabat Amerika berpendapat bahwa bom tandan, sejenis bom yang terbuka di udara dan melepaskan “bom” yang lebih kecil ke wilayah yang luas dapat membantu Kyiv meningkatkan serangannya dan menerobos garis depan Rusia.
Laporan terbaru Koalisi Anti Bom Tandan mengatakan warga sipil adalah 95 persen dari korban bom tandan yang tercatat tahun lalu, dengan total sekitar 1.172 orang di delapan negara: Azerbaijan, Irak, Laos, Lebanon, Myanmar, Suriah, Ukraina, dan Yaman.
Kelompok pemantau tersebut mencatat adanya upaya di negara-negara seperti Bulgaria, Peru dan Slovakia untuk menghancurkan persediaan bom tandan mereka pada tahun 2022 dan awal tahun ini.
Anak-anak merupakan 71 persen korban akibat ledakan sisa-sisa bom tandan tahun lalu, kata laporan itu. [ab/lt]