17.500 Orang Per Tahun Korban Perdagangan Manusia di Amerika

  • Cindy Saine

Mantan korban perdagangan manusia asal Indonesia, Shandra Woworuntu (kanan) didampingi anggota Kongres AS, Carolyn Maloney berbicara kepada media di New York (22/3).

Selama ini banyak warga AS mengira perdagangan manusia sebagai masalah yang berada jauh di luar negeri, seperti kasus penculikan para siswi Nigeria oleh Boko Haram.
Banyak orang Amerika mengira perdagangan manusia sebagai masalah yang berada jauh di luar negeri, seperti kasus hampir 300 remaja putri Nigeria yang diculik oleh Boko Haram dan hingga kini belum ditemukan. Tetapi pemerintah Amerika mengatakan sekitar 17.500 orang, sebagian besar perempuan, diperdagangkan ke Amerika setiap tahunnya, dan angka itu tidak termasuk mereka yang diculik dan dipaksa menjadi budak seks di Amerika.

Seorang korban perdagangan manusia, Shandra Woworuntu, berada di gedung Kongres Capitol Hill hari Selasa (20/5) untuk mengkampanyekan pemberian restitusi atau ganti rugi dan berbagai layanan lain dari pemerintah untuk membantu para korban.

Shandra Woworuntu berasal dari Indonesia. Ia berpendidikan perguruan tinggi dan bekerja sebagai analis keuangan di Indonesia sampai pada saat ia kehilangan pekerjaan karena ketidakstabilan politik. Shandra Woworuntu datang ke Amerika pada tahun 2001 dengan anggapan keliru bahwa ia telah ditawari pekerjaan dalam industri perhotelan, tetapi kenyataannya ia diculik di bandara di New York dan dipaksa menjadi budak seks.

Shandra memaparkan kisahnya kepada VOA.
“Ketika saya tiba seseorang menjemput saya dan membawa saya ke dalam mobil van. Mereka mengambil paspor saya, mereka mengambil tiket saya, dan pada hari yang sama saya dijerumuskan dalam bisnis seks bawah tanah,” paparnya.

Shandra Woworuntu berhasil lolos dan pelaku perdagangan dirinya kini mendekam di penjara. Ia menerima bantuan dari sebuah organisasi nirlaba dan kini menjadi penggalak kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang perdagangan manusia.

Anggota kongres dari Partai Demokrat dan Partai Republik bergabung menciptakan rancangan undang-undang untuk membantu pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah mengembangkan program-program yang berpusat pada korban dan melatih aparat penegak hukum untuk menyelamatkan para korban dan tidak memperlakukan mereka sebagai pelacur.

Pemimpin Fraksi Republik DPR Eric Cantor mengatakan, “Kita harus menghadapi langsung masalah ini, bukan hanya sebagai anggota fraksi Republik atau fraksi Demokrat, tetapi sebagai ayah, sebagai ibu, sebagai saudara, kakak dan adik. Kita harus melindungi anak-anak kita.”

Anggota DPR Carolyn Maloney telah berusaha memerangi perdagangan manusia secara internasional selama lebih dari satu dekade.

“Tidak ada kejahatan di muka bumi ini yang lebih menjijikkan, tidak ada kejahatan yang sebegitu mengerikan, tidak ada tindakan kebejatan yang sebegitu berbahaya bagi masyarakat suatu bangsa dan tentu saja bagi individu bersangkutan,” ujar Maloney.

Kelima RUU itu, yang harus disetujui oleh Senat, juga berusaha mengurangi perdagangan manusia dengan mendorong polisi dan para hakim agar memperlakukan mereka yang melakukan kegiatan seks terlarang dengan anak di bawah umur sebagai pedagang manusia, bukan penjahat kecil-kecilan. Pada umumnya, usia rata-rata anak perempuan yang dipaksa menjadi budak seks adalah 13 tahun, dan usia rata-rata anak laki-laki adalah 12 tahun.