Korea Selatan Inginkan Tindakan Keras untuk Tanggapi Uji Nuklir Ke-6 Korea Utara

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, tengah, memberikan petunjuk tentang program senjata nuklir di foto tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Korea Utara (KCNA) di Pyongyang, 3 September 2017. (Foto: KCNA via REUTERS)

Korea Selatan mengatakan ingin menanggapi uji nuklir keenam Korea Utara dengan tindakan sekeras mungkin.

Direktur Badan Keamanan Nasional Korea Selatan Chung Eui-yong mengatakan, Minggu (3/9), Presiden Moon Jae-in akan mengusahakan setiap langkah diplomatik yang tersedia, termasuk sanksi-sanksi baru dari Dewan Keamanan PBB. Ia juga mengatakan, Moon akan membahas dengan Washington cara-cara mengerahkan “aset-aset staretegis AS” yang paling kuat untuk mengisolasi Pyongyang sepenuhnya. Kantor presiden itu tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “aset-aset strategis yang paling kuat”.

Tanggapan Seoul ini muncul menyusul pengukuhan bahwa Korea Utara, Minggu, sukses melakukan uji coba bom hidrogen yang bisa ditempatkan pada misil balistik antar-benua.

Sebuah pengumuman dari KCNA, kantor berita pemerintah Korea Utara, menyebutkan keberhasilan mengembangkan bom hidrogen ini sesuai rencana Partai Pekerja Korea untuk membangun kekuatan nuklir strategis.

"Uji coba bom hidrogen yang dirancang untuk ditempatkan pada misil balistik antar-benua kami itu merupakan keberhasilan yang sempurna,” kata penyiar berita KCNA Ri Chun Hee, yang sudah pensiun pada 2012, namun kadang-kadang muncul dalam peristiwa-peristiwa besar.

Ri juga mengklaim tidak ada radiasi dari peledakan nuklir itu yang terlepas ke atmosfir – sesuatu yang saat ini sedang berusaha diverifikasi pesawat-peaswat AS dan Jepang yang dilengkapi perangkat pengawas khusus atmosfir.

Menurut sejumlah pakar seismologi, ledakan nuklir itu menghasilkan dua gempa ringan yang terdeteksi di kawasan Punggye-ri, di mana fasilitas nuklir Korea Utara berlokasi. Pihak berwenang di Jepang dan Korea Selatan, serta sejumlah pakar di AS, mengukuhkan, gempa-gempa itu akibat uji nuklir.

Para pakar mengatakan, gempa pertama yang berkekuatan 6,3 skala Richter kemungkinan dihasilkan oleh ledakan satu megaton bom hidrogen. Ledakan itu sedikitnya 10 kali lebih kuat dari uji nuklir sebelumnya, yang dilangsungkan 9 September 2016 dan mengakibatkan gempa 5,3 skala Richter. [ab]