KCNA mengidentifikasi laki-laki yang ditahan baru-baru ini sebagai Jeffrey Edward Fowle, warga Amerika (56 tahun), yang tiba di Korea Utara tanggal 29 April 2014.
Kantor berita resmi Korea Utara KCNA mengatakan pemerintah negara itu telah menahan seorang warga negara Amerika berusia 56 tahun tanpa merinci kejahatan apa yang telah dilakukan, setelah laki-laki yang diketahui berasal dari Ohio itu bepergian ke negara komunis itu sebagai wisatawan. Korea Utara sejauh ini telah menahan tiga warga negara Amerika.
KCNA mengidentifikasi laki-laki yang ditahan baru-baru ini sebagai Jeffrey Edward Fowle. Fowle dikatakan tiba di Korea Utara tanggal 29 April dan pihak berwenang menginterogasinya karena melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wisatanya, namun tidak merinci lebih jauh.
Pejabat-pejabat Amerika memastikan penahanan itu tetapi tidak mengidentifikasi data diri laki-laki tersebut atau mengomentari laporan bahw ia ditahan karena meninggalkan kitab Injil di kamar hotelnya.
Juru bicara keluarga Fowle mengatakan laki-laki itu memiliki tiga anak dan berada di Korea Utara untuk menjalankan misi gerejanya.
Salah seorang dari dua warga Amerika yang ditahan di Korea Utara hingga saat ini adalah warga Amerika keturunan Korea Kenneth Bae, yang ditahan sejak November 2012 dan sedang menjalani kerja paksa selama 15 tahun karena dinilai melakukan tindakan menentang pemerintahan negara itu.
Warga Amerika lainnya adalah Matthew Miler yang berusia 24 tahun, yang ditahan karena dinilai bertindak tidak layak sewaktu memasuki negara itu. Korea Utara mengatakan Miller memasuki negara itu tanggal 10 April lalu dengan visa turis, tetapi kemudian menyobek visanya dan berteriak ingin mencari suaka.
Laporan pendahuluan menyatakan Miller memilih Korea Utara sebagai “tempat penampungannya”.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Marie Harf tidak mengomentari apakah Swedia – yang menangani urusan konsuler bagi warga Amerika di Korea Utara – telah diberi akses atas Fowle. Harf hanya mengatakan Fowle adalah warga Amerika ketiga yang ditahan Korea Utara dan menambahkan bahwa tidak ada prioritas lain selain memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan warga Amerika di luar negeri.
Korea Utara berupaya untuk mempromosikan pariwisatanya sebagai bagian dari upaya untuk memperoleh devisa, tetapi negara itu juga sangat sensitif terkait tindakan orang asing yang mengunjungi negara tersebut.
KCNA mengidentifikasi laki-laki yang ditahan baru-baru ini sebagai Jeffrey Edward Fowle. Fowle dikatakan tiba di Korea Utara tanggal 29 April dan pihak berwenang menginterogasinya karena melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wisatanya, namun tidak merinci lebih jauh.
Pejabat-pejabat Amerika memastikan penahanan itu tetapi tidak mengidentifikasi data diri laki-laki tersebut atau mengomentari laporan bahw ia ditahan karena meninggalkan kitab Injil di kamar hotelnya.
Juru bicara keluarga Fowle mengatakan laki-laki itu memiliki tiga anak dan berada di Korea Utara untuk menjalankan misi gerejanya.
Salah seorang dari dua warga Amerika yang ditahan di Korea Utara hingga saat ini adalah warga Amerika keturunan Korea Kenneth Bae, yang ditahan sejak November 2012 dan sedang menjalani kerja paksa selama 15 tahun karena dinilai melakukan tindakan menentang pemerintahan negara itu.
Warga Amerika lainnya adalah Matthew Miler yang berusia 24 tahun, yang ditahan karena dinilai bertindak tidak layak sewaktu memasuki negara itu. Korea Utara mengatakan Miller memasuki negara itu tanggal 10 April lalu dengan visa turis, tetapi kemudian menyobek visanya dan berteriak ingin mencari suaka.
Laporan pendahuluan menyatakan Miller memilih Korea Utara sebagai “tempat penampungannya”.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Marie Harf tidak mengomentari apakah Swedia – yang menangani urusan konsuler bagi warga Amerika di Korea Utara – telah diberi akses atas Fowle. Harf hanya mengatakan Fowle adalah warga Amerika ketiga yang ditahan Korea Utara dan menambahkan bahwa tidak ada prioritas lain selain memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan warga Amerika di luar negeri.
Korea Utara berupaya untuk mempromosikan pariwisatanya sebagai bagian dari upaya untuk memperoleh devisa, tetapi negara itu juga sangat sensitif terkait tindakan orang asing yang mengunjungi negara tersebut.