Korsel Akan Berunding dengan Iran Soal Tanker yang Disita

Rekaman CCTV kapal Hankuk Chemi menampilkan perahu Pengawal Revolusi Iran (dalam lingkaran merah) saat ditayangkan di layar perusahaan pemilik kapal tanker DM Shipping, di Busan, 4 Januari 2021. (Foto: YONHAP / AFP)

Korea Selatan menyatakan akan mengupayakan solusi diplomatik dengan Iran terkait tanker minyak berbendera Korea Selatan yang disita pasukan Garda Revolusi Iran hari Senin di Selat Hormuz.

Kantor berita Korea Selatan Yonhap menyatakan berdasarkan pernyataan seorang pejabat kementerian luar negeri yang tidak disebutkan namanya, kepala unit urusan Afrika dan Timur Tengah di kementerian tersebut Kohn Kyung-sok bertemu dengan Duta Besar Iran Saeed Badamchi Shabestari hari Selasa di Seoul untuk membahas masalah itu.

Kementerian Luar Negeri menyatakan satu tim diplomatik akan menuju Iran untuk merundingkan pembebasan MT Hankuk Chemi dan 20 awaknya, yang terdiri dari lima warga Korea Selatan, 11 Myanmar, dua Indonesia dan dua warga Vietnam.

BACA JUGA: Iran Sita Kapal Korea Selatan, Perkaya Uranium Hingga 20 Persen 

Sementara itu, Kementerian Pertahanan mengerahkan 300 anggota unit antiperompakan ke wilayah tersebut dengan menumpangi kapal perusak kelas 4.400 ton, Choi Young.

Militer Iran menyatakan MT Hankuk Chemi disita sewaktu melakukan perjalanan dari Arab Saudi menuju Uni Emirat Arab karena kemungkinan melakukan pelanggaran soal lingkungan.

Kapal tanker kimia 'Hankuk Chemi' yang secara resmi disebut Chemtrans Mabuhay di St. Catharines, Ontario, Kanada 24 Juli 2011. (Foto: Paul Beesley / via REUTERS)


Penyitaan tanker itu terjadi sementara Teheran dan Seoul terlibat dalam perundingan untuk mengeluarkan 7 miliar dolar aset Iran yang dibekukan di bank-bank Korea Selatan sejak AS memperketat sanksi terhadap Iran. Iran ingin menggunakan uang tersebut untuk membeli vaksin COVID-19 melalui program pengadaan dan distribusi vaksin global COVAX.

Iran Senin mengumumkan telah mulai memperkaya uraniumnya menjadi 20 persen, langkah terbarunya menjauh dari perjanjian internasional 2015 yang membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump memberlakukan sanksi-sanksi pada tahun 2018 setelah mundur dari perjanjian enam negara yang membatasi kadar pengayaan uranium Iran menjadi 3,67 persen. [uh/ab]