Korea Utara mengirimkan pasukan ke perbatasan selatannya untuk memulihkan operasi pos-pos penjagaan yang sebelumnya dinonaktifkan sesuai kesepakatan dengan Korea Selatan pada tahun 2018, kata militer Seoul pada hari Senin (27/11).
Pyongyang mengambil tindakan tersebut menyusul keberhasilannya meluncurkan satelit mata-mata yang memicu ketegangan di semenanjung tersebut.
Menanggapi peluncuran tersebut minggu lalu, Seoul menangguhkan sebagian perjanjian yang bertujuan untuk meredakan permusuhan di perbatasan. Sebagai balasannya, Pyongyang membatalkan perjanjian tersebut sepenuhnya dan memperingatkan bahwa pihaknya “tidak akan pernah terikat” lagi dengan perjanjian tersebut.
Seorang pejabat militer Korea Selatan mengatakan kepada AFP pada hari Senin bahwa Pyongyang baru-baru ini mengirim personel dan peralatan bersenjata untuk memulihkan pos-pos penjagaan itu.
Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa militer Korea Utara "terlihat membangun kembali pos-pos penjagaan mulai Jumat", menurut seorang pejabat militer, dan 11 pos yang tadinya dinonaktifkan berdasarkan perjanjian lima tahun diperkirakan akan dipulihkan.
Salah satu foto yang dirilis militer Korea Selatan menunjukkan empat tentara Korea Utara membangun kembali pos penjagaan dari kayu di Zona Demiliterisasi yang memisahkan kedua negara.
Percepatan pengembangan program persenjataan Korea Utara telah membuat Seoul khawatir.
Korea Selatan mengerahkan “aset pengawasan dan pengintaian” ke perbatasan setelah peluncuran satelit, yang menurut militernya merupakan “langkah penting” untuk mempertahankan diri dari ancaman Korea Utara yang semakin besar.
Sebagai tanggapan, Pyongyang mengatakan pihaknya akan “mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan perangkat keras militer jenis baru di wilayah sepanjang Garis Demarkasi Militer” antara kedua Korea.
Korea Utara yang memiliki senjata nuklir dilarang oleh serangkaian resolusi PBB untuk melakukan uji coba menggunakan teknologi balistik, dan para analis mengatakan ada tumpang tindih teknologi yang signifikan antara kemampuan peluncuran ruang angkasa dan pengembangan rudal balistik.
Peluncuran “Malligyong-1” minggu lalu adalah upaya ketiga Pyongyang untuk memiliki kemampuan pengawasan militer di angkasa setelah dua kegagalan pada bulan Mei dan Agustus.
Peluncuran tersebut menuai kecaman dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan, karena “efeknya yang mengganggu stabilitas di kawasan”.
Pyongyang mengatakan peluncurannya itu adalah “bagian dari hak negaranya untuk membela diri secara sah dan adil” menurut pernyataan kementerian luar negeri yang dirilis oleh KCNA pada hari Senin.
Keberhasilan menempatkan satelit mata-mata ke orbit akan meningkatkan kemampuan Korea Selatan untuk mengumpulkan informasi intelijen, khususnya mengenai Korea Selatan, dan menyediakan data penting dalam setiap konflik militer, kata para ahli. [ab/uh]