Kosovo menyelenggarakan hari berkabung, Senin (25/9), menyusul kematian seorang polisi Kosovo keturunan Albania yang tewas oleh kawanan bersenjata Serbia, yang kemudian membarikade diri di sebuah biara Ortodoks di sebelah utara ibu kota, Pristina.
Belum jelas benar siapa yang mendukung sekitar 30 lelaki bersenjata yang mengenakan seragam tempur sewaktu mereka, dengan sebuah kendaraan lapis baja, menyerbu biara di Banjska dan terlibat bentrokan dengan polisi Kosovo pada hari Minggu.
Sebagian besar lelaki bersenjata itu berhasil meloloskan diri dari biara pada Minggu malam, tetapi sedikitnya tiga orang tewas dan dua lainnya ditangkap.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan PM Kosovo Minister Albin Kurti saling menyalahkan pihak lain atas bentrokan itu.
Duta besar AS di Pristina mengecam apa yang ia sebut “serangan kejam yang direncanakan” terhadap polisi Kosovo. Dalam sebuah pernyataan, Jeffrey Hovenier mengatakan, “Para pelaku harus dan akan dituntut pertanggungjawaban mereka dan akan diadili.”
Secara terpisah, Caroline Ziadeh, kepala Misi PBB di Kosovo (United Nations Mission in Kosovo/UNMIK), menyerukan agar para pelaku “dituntut pertanggungjawaban” mereka. Ziadeh mengemukakan pernyataan itu di X, platform yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Serbia dan Kosovo, bekas provinsinya, telah bentrok selama puluhan tahun. Perang 1998-199 antara keduanya menewaskan lebih dari 10 ribu orang, sebagian besar orang Kosovo keturunan Albania.
Sementara itu, di Rusia, juru bicara Kremlin mengatakan memantau apa yang ia sebut situasi yang tegang dan berpotensi berbahaya di Kosovo.
Kosovo menyatakan kemerdekaan pada tahun 2008, tetapi Beograd telah menolak untuk mengakuinya. Rusia mendukung sikap Serbia yang tidak mengakui kemerdekaan Kosovo. [uh/lt]