Komisi Nasional Perlindungan Anak, Senin (28/4) menyatakan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia sudah sangat darurat dan mengancam dunia anak.
JAKARTA —
Kasus pedofilia yang sedang ramai disorot media di Jakarta International School (JIS) menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual pada anak-anak di bawah umur yang terjadi di Indonesia.
Namun tidak hanya di Jakarta, kasus serupa juga menimpa 11 pelajar di Medan, yang dilakukan oleh gurunya yang merupakan warga negara Singapura. Juga di Tenggarong, Kalimantan Timur, seorang guru melakukan sodomi kepada muridnya. Bahkan di tahun 2010 lalu, kasus pedofilia yang disertai kasus pembunuhan dan mutilasi menimpa empat belas anak jalanan di Jakarta. Pelakunya adalah Babe Baikuni yang dikenal dengan sebutan 'Babe'.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait hari Senin (28/4) mengatakan kejahatan seksual yang terjadi sekarang ini sedang mengancam dunia anak. Hal ini kata Arist perlu disikapi serius oleh berbagai pihak khususnya pemerintah.
Menurutnya, situasi kejahatan seksual terhadap anak sudah sangat darurat. Kejahatan seksual lanjutnya sekarang tidak hanya terjadi di luar rumah tetapi ada juga yang terjadi di dalam rumah di mana predatornya adalah orangtuanya sendiri, paman, kakak dan juga orang tua tiri.
Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi Nasional Perlindungan Anak setiap hari, 60 persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Untuk itu tambahnya perlu adanya tim reaksi cepat perlindungan anak di sekolah, di lingkungan tingat rukun tetangga (RT). Tim ini perlu melibatkan peran serta masyarakat.
Selain itu, menurut Arist perlu juga adanya pengetahuan yang diberikan kepada anak terkait masalah ini.
"Bahwa tempat kejadian setelah rumah adalah sekolah . Sekolah bisa melakukan simulasi-simulasi bagaimana mengajarkan anak misalnya apa yang tertutup di balik baju , anak diberikan pengetahuan yang cukup, bahwa hanya bisa disentuh oleh tiga orang yaitu dirimu sendiri, ibumu dan dokter, dokter juga harus didampingi. Kemudian mengajarkan berani berteriak mengatakan tidak," papar Arist Merdeka Sirait.
Banyak kasus pedofilia di Indonesia menunjukan anak-anak rentan menjadi korban. Lemahnya kendali sosial masyarakat dituding menjadi penyebab maraknya kasus pedofilia.
Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara mengatakan penegakan hukum pada pelaku kejahatan seksual pada anak masih sangat lemah. Menurutnya pelaku seharusnya mendapatkan hukum yang lebih berat.
Ronny menjelaskan, "Pasal 292 KUHP itu pun mengandung kelemahan yang diatur hanya orang dewasa membujuk anak. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dihukum berat karena menghancurkan anak itu, masa depannya, sekolahya, trauma psikologis. Psikis. Jadi yang perlu diatur betul-betul penagakan hukumnya harus benar-benar dilakukan."
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri mencatat sepanjang tahun 2013 sekurangnya terjadi 1600 kasus asusila mulai dari pencabulan hingga kekerasan fisik pada anak-anak.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan polisi serius dalam mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Jakarta International School, Rikwanto menyatakan bahwa polisi masih terus menyelidiki kasus ini.
Diindikasikan tambahnya ada korban lain dalam kasus kekerasan di JIS dan pelakunya pun akan bertambah.
"Nanti mengarahnya bisa terjadi ke tenaga lain seperti tenaga pengajar, tenaga administratif dan lain-lain karena masih ada korban –korban lain yang secara mental belum siap melapor tetapi indikasinya sudah ada," ujar Rikwanto.
Namun tidak hanya di Jakarta, kasus serupa juga menimpa 11 pelajar di Medan, yang dilakukan oleh gurunya yang merupakan warga negara Singapura. Juga di Tenggarong, Kalimantan Timur, seorang guru melakukan sodomi kepada muridnya. Bahkan di tahun 2010 lalu, kasus pedofilia yang disertai kasus pembunuhan dan mutilasi menimpa empat belas anak jalanan di Jakarta. Pelakunya adalah Babe Baikuni yang dikenal dengan sebutan 'Babe'.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait hari Senin (28/4) mengatakan kejahatan seksual yang terjadi sekarang ini sedang mengancam dunia anak. Hal ini kata Arist perlu disikapi serius oleh berbagai pihak khususnya pemerintah.
Menurutnya, situasi kejahatan seksual terhadap anak sudah sangat darurat. Kejahatan seksual lanjutnya sekarang tidak hanya terjadi di luar rumah tetapi ada juga yang terjadi di dalam rumah di mana predatornya adalah orangtuanya sendiri, paman, kakak dan juga orang tua tiri.
Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi Nasional Perlindungan Anak setiap hari, 60 persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Untuk itu tambahnya perlu adanya tim reaksi cepat perlindungan anak di sekolah, di lingkungan tingat rukun tetangga (RT). Tim ini perlu melibatkan peran serta masyarakat.
Selain itu, menurut Arist perlu juga adanya pengetahuan yang diberikan kepada anak terkait masalah ini.
"Bahwa tempat kejadian setelah rumah adalah sekolah . Sekolah bisa melakukan simulasi-simulasi bagaimana mengajarkan anak misalnya apa yang tertutup di balik baju , anak diberikan pengetahuan yang cukup, bahwa hanya bisa disentuh oleh tiga orang yaitu dirimu sendiri, ibumu dan dokter, dokter juga harus didampingi. Kemudian mengajarkan berani berteriak mengatakan tidak," papar Arist Merdeka Sirait.
Banyak kasus pedofilia di Indonesia menunjukan anak-anak rentan menjadi korban. Lemahnya kendali sosial masyarakat dituding menjadi penyebab maraknya kasus pedofilia.
Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara mengatakan penegakan hukum pada pelaku kejahatan seksual pada anak masih sangat lemah. Menurutnya pelaku seharusnya mendapatkan hukum yang lebih berat.
Ronny menjelaskan, "Pasal 292 KUHP itu pun mengandung kelemahan yang diatur hanya orang dewasa membujuk anak. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dihukum berat karena menghancurkan anak itu, masa depannya, sekolahya, trauma psikologis. Psikis. Jadi yang perlu diatur betul-betul penagakan hukumnya harus benar-benar dilakukan."
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri mencatat sepanjang tahun 2013 sekurangnya terjadi 1600 kasus asusila mulai dari pencabulan hingga kekerasan fisik pada anak-anak.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan polisi serius dalam mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Jakarta International School, Rikwanto menyatakan bahwa polisi masih terus menyelidiki kasus ini.
Diindikasikan tambahnya ada korban lain dalam kasus kekerasan di JIS dan pelakunya pun akan bertambah.
"Nanti mengarahnya bisa terjadi ke tenaga lain seperti tenaga pengajar, tenaga administratif dan lain-lain karena masih ada korban –korban lain yang secara mental belum siap melapor tetapi indikasinya sudah ada," ujar Rikwanto.