Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap gubernur provinsi Papua, Selasa (10/1), kata sejumlah pejabat, setelah menuduhnya menerima suap dengan imbalan kontrak infrastruktur.
Lukas Enembe pekan lalu dituduh KPK menerima suap sebesar 1 miliar rupiah dari sebuah perusahaan konstruksi untuk konsesi yang mencakup pembangunan sebuah jalan dan fasilitas di sebuah taman kanak-kanak. Ia membantah tuduhan itu.
Lukas adalah politisi lokal terkemuka yang berselisih dengan pemerintah pusat terkait kebijakannya di daerah otonomi khusus itu.
Ia diterbangkan ke Jakarta untuk diinterogasi, kata juru bicara KPK Ali Fikri kepada Metro TV. Pengacara Lukas mengonfirmasi penangkapan tersebut dan mengatakan kepada Reuters bahwa kliennya akan bekerja sama dengan pihak berwenang.
Ketegangan telah membara selama puluhan tahun di Papua yang kaya sumber daya alam, di mana pemberontakan tingkat rendah untuk meraih kemerdekaan telah dilancarkan sejak tahun 1969, sewaktu Papua menjadi provinsi di Indonesia.
Cuplikan-cuplikan dari berita lokal menunjukkan perkelahian antara petugas keamanan dan beberapa orang yang berkumpul di luar kantor polisi tempat Lukas awalnya ditahan.
Beberapa aktivis percaya Lukas menjadi sasaran negara karena menentang pembentukan provinsi-provinsi baru di wilayah Papua, yang dikhawatirkan para kritikus dapat mempengaruhi penduduk asli dan mengancam otonomi khususnya.
Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan penyelidikan terhadap Lukas tidak bermotif politik.
Ditanya tentang penangkapan Lukas, Presiden Joko Widodo mengatakan kepada media setempat bahwa lembaga antikorupsi "mestinya sudah memiliki bukti", dan menambahkan "semua orang mendapat perlakuan sama di hadapan hukum."
Pada bulan September, Mahfud mengatakan Lukas diduga terlibat dalam kekeliruan pengelolaan dana dan pencucian dana "ratusan miliar" rupiah, mengutip analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lukas membantah tuduhan itu. [ab/uh]