Kremlin, Selasa (27/8), mengatakan bahwa Prancis telah melayangkan tuduhan yang "sangat serius" terhadap CEO platform berbagi pesan Telegram, Pavel Durov. Moskow memperingatkan Paris agar tidak mencoba mengintimidasi Durov, setelah taipan teknologi tersebut ditangkap di bandara Paris pada minggu lalu.
Jaksa penuntut Prancis menuding miliarder berusia 39 tahun itu gagal mengatasi penyebaran konten ilegal di Telegram, sebuah tuduhan yang dibantah oleh perusahaannya.
Pada Senin (26/8), Presiden Prancis Emmanuel Macron membantah bahwa penangkapan tersebut bermuatan politik.
"Tuduhan itu memang sangat serius dan memerlukan bukti yang tidak kalah serius. Jika tidak, ini akan menjadi upaya langsung untuk membatasi kebebasan berkomunikasi, dan, saya bahkan bisa mengatakan, secara langsung mengintimidasi pimpinan perusahaan besar," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
BACA JUGA: CEO Aplikasi Telegram Disebut Ditangkap di Prancis"Artinya, kebijakan yang dibantah oleh Tuan Macron kemarin," tambah Peskov.
Banyak pertanyaan muncul mengenai waktu dan kondisi penahanan Durov, yang menurut sumber terkait diperpanjang hingga Rabu (28/8).
Durov memiliki paspor Prancis di samping menjadi warga negara Rusia.
Dalam siaran persnya, Telegram menyebutkan bahwa pendirinya memiliki "kewarganegaraan ganda Uni Emirat Arab (UEA) dan Prancis."
UEA pada Selasa (27/8) mengatakan bahwa mereka telah meminta bantuan konsuler untuk miliarder tersebut dan sedang mengikuti perkembangan kasusnya dengan seksama. [ah/rs]