Kualitas Udara Memburuk Akibat Asap Kebakaran Hutan, Malaysia Surati Indonesia

  • Fathiyah Wardah

Asap mengepul saaat kebakaran melanda area hutan gambut di kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, pada 19 September 2023. (Foto: Antara Foto/Nova Wahyudi/ via Reuters)

Pemerintah Malaysia pertengahan minggu ini mengirimkan surat kepada pihak berwenang Indonesia terkait kabut asap kebakaran hutan Indonesia yang melintasi perbatasan dan membuat kualitas udara di negeri jiran itu memburuk.

Sejak awal pekan ini Pemerintah Malaysia telah meyampaikan keluhan terkait terus memburuknya kualitas udara di beberapa wilayah negara itu yang dikatakan akibat kebakaran hutan di Sumatra bagian Selatan dan Kalimantan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, telah membantah tudingan itu dengan mengatakan tidak ada kabut asap lintas batas dari Indonesia menyeberang ke Malaysia.

Tak puas dengan pernyataan itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, pada Jumat (6/10), mengonfirmasi surat yang diterima pemerintah Indonesia, yang menurutnya berisi penjelasan soal kondisi kualitas udara di Malaysia dan kesiapan negara itu untuk membantu mengatasi kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap.

"Isinya surat itu adalah menyampaikan mengenai kondisi kualitas udara terakhir di Malaysia dan sekaligus komitmen kesiapan pemerintah malaysia untuk bekerjasama dengan Indonesia menangani situasi ini," katanya.

Dalam surat itu, Malaysia memberitahu dan sekaligus mendesak pemerintah Indonesia agar segera mengambil tindakan untuk mengatasi kabut asap yang sampai ke Malaysia. Indonesia diminta tidak menganggap kabut asap ini sebagai sesuatu yang normal.

Your browser doesn’t support HTML5

Kualitas Udara Memburuk Akibat Asap Kebakaran Hutan, Malaysia Surati Indonesia

Belum ada informasi soal jawaban Indonesia atas surat tersebut.

“Musim Asap” di Sebagian Indonesia

Senior Forest Campaigner Greenpeace Southeast Asia wilayah Indonesia, Asep Komarudin, mengatakan terus berulangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia disebabkan beberapa faktor, yakni rusaknya lahan gambut – yang umumnya berada di lokasi yang sama dan merupakan daerah konsesi perusahaan – sehingga mudah terbakar, dan belum maksimalnya usaha rehabilitasi lahan-lahan gambut yang sudah rusak.

Siklus El Nino ikut menimbulkan dampak. Meskipun jika kondisi lahan-lahan gambut di Indonesia bagus maka kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisir. Ia memperkirakan 70 persen kawasan gambut di Indonesia dalam kondisi kritis.

Menurut Asep, banyak hal sebenarnya dapat dilakukan untuk mengatasi asap kebakaran hutan.

"Pertama, keseriusan terkait dengan upaya penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahannyang berada di dalam wilayah konsesi (perusahaan). Ini kan sudah mulai lagi ada pemerintah kemudian menyegel perusahaan-perusahaan yang wilayahnya (konsesi) terbakar. Itu harus jelas sanksinya apa dan seperti apa," ujar Asep kepada VOA.

BACA JUGA: Titik Panas di Sumatra Semakin Meluas, Kabut Asap Selimuti Singapura

Segel Lahan Perkebunan Sawit yang Terbakar

Menindaklanjuti perintah Siti Nurbaya dan sekaligus untuk mencegah meluasnya karhutla di Sumatera Selatan, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK Rasio Ridho Sani bersama Tim Pengawas Lingkungan Hidup, pada Rabu (4/10), menyegel langsung lahan perkebunan sawit terbakar di PT. Sampoerna Agro (PT. SA) yang berlokasi di Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. PT. SA adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan Penanaman Modal Asing (PMA) Singapura.

Tak hanya lahan perkebunan sawit yang terbakar milik PT. SA, Dirjen Gakkum KLHK juga menyegel lokasi perkebunan sawit milik PT. Tempirai Palm Resources (PT. TPR), yang berdasarkan citra satelit pada hari Rabu mencapai lebih dari 648 hektare. Rasio Ridho Sani mengatakan penyegelan ini merupakan langkah awal penegakan hukum yang akan dilakukan terhadap karhutla di lokasi perusahaan.

Lebih jauh ia juga sedang mendalami penanggungjawab lahan lain yang berdasarkan citra satelit juga sedang mengalami kebakaran.

“Kami sedang mendalami penanggung jawab atau pemilik lahan ini. Karena kami tidak memiliki akses data HGU. Menurut PT. SA lokasi tersebut bukan HGU mereka. Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN siapa pemegang HGU atau pemilik lahan terbakar tersebut. Data HGU penting untuk mengetahui siapa penanggung jawab karhutla,” jelas Rasio.

Sehari kemudian Tim Pengawas KLHK juga melakukan penyegelan lahan terbakar milik PT. Bintang Harapan Palma (PT. BHP) di Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang mencapai sekitar 148 hektare. Penyegelan juga dilakukan terhadap PT. Banyu Kahuripan Indonesia (PT. BKI) di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin; dengan luas lahan yang terbakar mencapai sekitar 200 hektare.

BACA JUGA: Menteri LHK: Kebakaran Lahan Capai 267 Ribu Hektare, Masih Bisa Bertambah

Direktur Pengawasan dan Sanksi Administratif KLHK Ardy Nugroho yang hadir di lokasi penyegelan mengatakan sejauh ini telah menyegel 11 lokasi karhutla di Sumatra Selatan.

“Jumlah lokasi yang akan disegel akan bertambah karena tim KLHK sedang menganalisis data hotspot dan citra satelit. Apabila kami melihat ada lokasi yang terbakar kami akan mengirimkan tim ke lokasi,” tambahnya.

Tak Cukup Hanya Penyegelan

Senior Forest Campaigner Greenpeace Southeast Asia Indonesia Asep Komarudin mengatakan tak cukup hanya dengan menyegel, pihak berwenang sedianya rajin mengecek kembali apakah sanksi yang diberlakukan benar-benar telah dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan.

Pemerintah juga harus mengupayakan rehabilitasi lahan-lahan gambut yang berada dalam keadaan kritis secara maksimal, serta mengeluarkan kebijakan yang lebih konkret untuk menghentikan eksploitasi lahan gambut sehingga kawasan gambut terlindungi, tambahnya.

Seluruh negara ASEAN pada tahun 2002 telah menandatangani Perjanjian ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas. Perjanjian itu mengikat negara-negara anggota ASEAN secara hukum untuk mengurangi polusi asap di Asia Tenggara.

Perjanjian tersebut mengakui bahwa polusi asap lintas batas yang diakibatkan oleh kebakaran lahan atau hutan harus dimitigasi melalui upaya nasional dan kerja sama internasional. [fw/em]