Data terbaru dari perusahaan riset Innerbody di Amerika menunjukkan California adalah negara bagian tersehat di Amerika. Ini didukung oleh rendahnya tingkat merokok dan banyaknya pusat kebugaran dan kesehatan. Tidak hanya itu, California juga memiliki restoran dengan menu sehat terbanyak di Amerika.
“Kalau di California memang banyak, tren-nya untuk sekarang ini banyak banget restoran yang healthy food ya. Dalam artian ya, plant-based atau bahkan yang cuman salad atau vegan restaurant, itu banyak sekali memang sekarang,” ujar Kevin Herjono, seniman digital atau senior generalist asal Indonesia untuk perusahaan Industrial Light & Magic di California.
Beragamnya restoran yang menyediakan hidangan berbahan nabati atau restoran vegan dan vegetarian yang tersedia di California mendorong Kevin untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Ia pun kerap mencoba makanan vegetarian, yang menurutnya memiliki bumbu yang lebih enak untuk bisa menyaingi rasa yang biasa didapat dari menu masakan daging.
“Kadang kan kalau kita kebanyakan kerja, terus mesti beli makan, kadang yang paling cepat, fast food kan. Fast food nggak ada sayur kan,” kata Kevin.
Ia juga menambahkan bahwa kini banyak teman-temannya yang juga mulai beralih ke makanan vegan dan vegetarian.
BACA JUGA: ‘Es Krim’ AWAN Pamerkan Kelezatan Gula Jawa dan Santan Indonesia di California
Menu Vegan Indonesia di AS
Melihat adanya permintaan yang tinggi akan makanan berbahan nabati atau vegan, pemilik dua restoran sekaligus supermarket Simpang Asia di Los Angeles, California, Leni Kumalasari, membuka dapur bayangan dengan nama Saya Vegan by Simpang Asia.
Simpang Asia yang pertama sendiri sudah berdiri sejak 20 tahun lalu dan selalu menjadi tempat makan favorit diaspora Indonesia dan warga lokal dari berbagai penjuru Amerika. Ia lalu membuka restoran Simpang Asia yang ke-2 di daerah Venice, California tahun 2020 lalu, yang juga menjadi tempat Saya Vegan beroperasi.
“Especially, di Venice ya, banyak orang yang dietnya itu ganti ke vegan. Jadi dipikir-pikir lagi, ‘eh, sebenarnya makanan Indonesia enak loh,’ gitu. Jadi kalau bisa dibuat vegan pun masih tetap enak. Jadi ada kayak, ‘wah, mereka kalau nggak nyoba, nggak makan Indonesian food yang vegan mereka missing out nih,’” kata Leni Kumalasari.
Saya Vegan menghadirkan beragam menu vegan dan bebas gluten, seperti nasi rames vegetarian, kari tahu, balado terong, dan tentunya tempe khas Indonesia. Ia juga kerap menggunakan bahan nabati seperti jamur dan kembang kol. Menurut Leni, para pelanggan yang 99 persen bukan orang Indonesia, mengaku suka dengan makanannya.
“Enak ya, biasanya sometimes, yang dietnya begitu kan kebanyakan mereka makannya itu cuman kayak salad, terus ya kebanyakan salad sih ya, so I think ‘Saya Vegan’ itu bringing more a variety on vegan and gluten free yang makan itu,” tambah Leni.
Menurut Leni gaya hidup sehat dan gaya hidup vegan bukan berarti “harus makan yang nggak ada rasanya.” Pada intinya, sebagai pengusaha restoran ia ingin menghadirkan makanan yang enak, dengan proses pembuatan yang lebih sehat.
Dengan hadirnya menu Saya Vegan lewat dapur bayangan di Simpang Asia, Leni melihat adanya peningkatan pelanggan baru.
“Sekarang orang lebih tahu kalau ‘oh Simpang Asia yang Saya Vegan ini jualan vegan food,' jadinya mereka (mulai membeli dan jadi pelanggan reguler),” jelasnya.
Terinspirasi Minuman Jamu
Tidak hanya makanan, sejak tahun 2018, diaspora Indonesia asal Yogyakarta, Agung Wimboprasetyo mendirikan Good Vibes Society, yang menyajikan beragam minuman yang mengandung bahan nabati atau plant-based.
Berawal dari memperkenalkan kopi Indonesia di Amerika, kini Good Vibes Society memiliki 7 rasa minuman unik, yang diracik sendiri oleh Agung. Berbagai rempah dan bahan dasar asli Indonesia ia campur ke dalam minumannya, seperti cengkeh, kayu manis, kopi, dan gula Jawa. Yang paling populer adalah rasa ubi yang dipadukan dengan susu gandum.
“(Yang juga populer) kunir asem, Chicha Morada. Chicha Morada itu (sari) jagung ungu. Asalnya dari Peru. Saya terinspirasi juga dari kopi Jawa, pakai gula Jawa. Rasa itu juga penjualannya bagus. Juga ada coffee con leche (red.campuran espresso dan susu),” ujarnya.
Awalnya, Agung mengaku tak berniat untuk memproduksi minuman yang hanya mengandung bahan nabati. Sekitar tiga tahun lalu, Agung mengalami gangguan kesehatan setelah mengonsumsi daging dan ikan. Ia lalu beralih ke gaya hidup vegan, bertepatan dengan ketika ia mulai meracik berbagai bahan minuman untuk Good Vibes Society.
“Saya tahu rasa minuman yang bukan berbahan nabati atau bukan vegan, apa yang (pelanggan) cari dari sebuah minuman. Jadi, saya bisa mengadaptasinya menjadi rasa yang mirip,” katanya lagi.
Setiap bulan, Agung memproduksi sekitar 5 ribu botol minuman, yang sudah bisa ditemukan di 30 supermarket dan acara pop-up di berbagai penjuru California. Jika nanti sudah bisa bekerja sama dengan pabrik, ia berencana untuk memproduksi sekitar 5-10 ribu botol per hari.
“Ada permintaan. Sebentar lagi kami juga akan melakukan crowdfunding (red.urun dana) untuk membantu saya dalam pendanaan untuk pengepakan dan juga infrastruktur perusahaan ini,” jelasnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Bagi Agung, adalah suatu kepuasan tersendiri ketika melihat pelanggannya membuka botol dan menyeruput minuman hasil racikannya untuk pertama kali.
“Saya tidak bisa memuaskan semua orang, tapi kebanyakan, dari komentarnya luar biasa dan membuat saya ingin terus maju dan berkembang,” kata Agung.
Untuk ke depannya, Agung akan mencoba memasukkan minuman kreasi Good Vibes Society ke supermarket yang lebih besar, yang khusus menjual produk alami dan organik. [di/dw]