Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyalahkan Amerika dan Barat yang mengupayakan ekspansi NATO "tanpa batas" atas "situasi" saat ini di Ukraina.
Dalam konferensi pers bersama Sekjen PBB Antonio Guterres setelah pembicaraan mereka di Moskow, Selasa (26/4), Lavrov mengatakan, "Itu terjadi sebagian besar dalam konteks taktik yang dilakukan rekan-rekan Amerika dan sekutu mereka untuk ekspansi NATO tanpa batas dan pembangunan tatanan dunia yang sepihak."
Sekjen PBB António Guterres mengatakan ia memahami bahwa Rusia memiliki "keluhan" mengenai Ukraina tetapi ia menunjuk Piagam PBB dan Mahkamah Internasional sebagai mekanisme untuk menyelesaikannya.
Guterres mengatakan, "Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat mengubahnya. Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi ada pasukan Rusia di wilayah Federasi Ukraina."
Lavrov juga menuduh Ukraina "tidak terlalu tertarik dalam pembicaraan," dan bahwa pasokan senjata asing ke Ukraina membuat pembicaraan antara kedua negara tidak akan membuahkan hasil.
BACA JUGA: Rusia Uji Coba Rudal Bertenaga Nuklir, Putin: Musuh-Musuh Moskow akan Berpikir"Mereka mengandalkan janji dari mereka yang hendak mencegah Rusia menang dan berusaha menaklukkan dan menghancurkan Rusia. Mereka akan melanjutkan kebijakan ini dengan memasok senjata-senjata asing ke Ukraina dalam jumlah besar. Jika itu berlanjut, tentu saja negosiasi tidak akan membuahkan apa-apa, tetapi saya ulangi sekali lagi bahwa kami berkomitmen untuk solusi yang dinegosiasikan," tegas Lavrov.
Sekjen PBB memperingatkan dampak situasi di Ukraina terhadap ketahanan pangan di berbagai belahan lain dunia.
"Ini bukan hanya tentang apa yang terjadi di Ukraina karena kita melihat gelombang kejut di seluruh dunia. Lonjakan harga pangan dan energi yang sudah terjadi pada tahun lalu menyebabkan penderitaan yang sangat besar bagi ratusan juta orang yang paling rentan di seluruh dunia," ujar Guterres.
Your browser doesn’t support HTML5
Sebelumnya, Lavrov menuduh NATO terlibat "perang proksi" dengan Rusia. Dalam wawancara yang disiarkan televisi pada Senin, ia sekali lagi mengingatkan akan bahaya perang nuklir. "Bahayanya serius, nyata, dan tidak boleh diremehkan," cetusnya.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri operasi militer khusus Rusia di Ukraina berlanjut pada Selasa dengan Guterres dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. [ka/lt]