Ratusan orang meninggal atau jatuh sakit akibat suhu sangat panas yang mencapai lebih dari 50 derajat Celcius di sejumlah wilayah India selama berbulan-bulan pada tahun 2024 ini saja. Hal ini menjadi gelombang panas terburu dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Tetapi sejumlah pakar kesehatan masyarakat menilai angka kematian resmi yang tercantum dalam laporan pemerintah India bukan angka sebenarnya, dan hal ini mempengaruhi persiapan menghadapi gelombang panas serupa di masa depan. Misalnya saja di bagian utara India di mana dikatakan ada 110 kasus kematian terkait suhu panas, padahal diperkirakan jumlahnya jauh lebih besar.
Menurut para pakar, hal ini dikarenakan “suhu panas” seringkali tidak ada di bagian “penyebab kematian” pada sertifikat kematian yang dikeluarkan rumah sakit. Walhasil kasus kematian akibat suhu panas tidak dihitung sebagai angka resmi.
Para pakar itu khawatir hal ini akan membuat gelombang panas tidak dinilai sebagai prioritas sebagaimana mestinya, dan pemerintah atau pemangku kepentingan berwenang tidak mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapinya di masa depan.
Semua tahun terpanas yang tercatat di India terjadi dalam satu dekade terakhir. Studi yang dilakukan oleh para pakar kesehatan masyarakat menemukan sedikitnya 1.116 orang telah meninggal setiap tahunnya antara tahun 2008 dan 2019 akibat suhu panas.
Sulitnya Mendaftarkan Kematian Akibat Suhu Panas
Sebagai bagian dari pekerjaannya di bidang kesehatan masyarakat, Srinath Reddy, pendiri Yayasan Kesehatan Masyarakat India, telah memberikan saran kepada pemerintah setempat tentang cara-cara memperhitungkan faktor suhu panas saat mencatat penyebab kematian.
Reddy mendapati sebagai akibat dari “pelaporan yang tidak lengkap, pelaporan yang tertunda, dan kesalahan klasifikasi kematian,” maka kematian yang berhubungan dengan suhu panas kurang dihitung di seluruh negeri. Pedoman nasional untuk mencatat kematian, terutama di rumah sakit-rumah sakit umum yang penuh sesak, seringkali tidak mendaftarkan suhu panas sebagai penyebab kematian. “Kebanyakan dokter hanya mencatat penyebab langsung dari kematian dan keterkaitan dengan pemicu lingkungan, dan suhu panas, tidak ikut dicatat,” kata Reddy.
Padahal, tambahnya, kematian akibat suhu panas dapat diklasifikasikan sebagai kematian yang disebabkan oleh eksertif atau non-eksertif. Eksertif adalah ketika seseorang meninggal karena terpapar langsung dengan suhu tinggi. Sementara non-eksertif adalah ketika anak kecil, orang tua, atau orang dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya, menjadi sakit parah atau terkadang meninggal karena panas, bahkan jika di dalam ruangan.
“Gelombang panas adalah pukulan terakhir bagi orang dalam kategori kedua,” kata Dileep Mavalankar, mantan kepala Institut Kesehatan Masyarakat India di Gandhinagar. “Kebanyakan orang yang meninggal selama gelombang panas termasuk dalam kategori ini, tetapi kematian mereka tidak dicatat sebagai hal yang berhubungan dengan panas.”
Mavalankar setuju bahwa jumlah resmi kematian akibat suhu panas tahun ini terlalu rendah. Dia menyebutkan ada 40.000 kasus heat stroke yang tercatat, tetapi hanya ada 110 kematian. “Ini hanya 0,3 persen dari jumlah total kasus heat stroke yang tercatat, tetapi biasanya kematian akibat hal tersebut mencapai 20 hingga 30 persen dari kasus heat stroke,” katanya.
“Kita harus menghitung kematian dengan lebih baik,” kata Mavalankar. “Itulah satu-satunya cara agar kita bisa mengetahui seberapa parah konsekuensi dari suhu panas yang ekstrem.” [th/em]