Taliban Afghanistan Rabu (3/8) mengutuk serangan pesawat nirawak Amerika yang menewaskan buronan kepala Al Qaeda Ayman al-Zawahiri di jantung Kabul pada akhir pekan. Tetapi, mereka mengklaim masih tidak memiliki informasi tentang target yang dimaksud dan memperbarui tekad mereka untuk memerangi terorisme.
Abdul Salam Hanafi, wakil kedua perdana menteri Taliban, membuat pernyataan tersebut kepada para wartawan di ibu kota Afghanistan dalam apa yang merupakan reaksi resmi pertama oleh penguasa Islamis itu terhadap pembunuhan dalang teror tersebut, menyusul konfirmasi oleh Presiden AS Joe Biden Senin (1/8) malam.
Kehadiran Zawahiri di lingkungan Kabul yang mewah dipandang sebagai pukulan memalukan bagi Taliban yang merebut kekuasaan hampir setahun lalu dan telah mengupayakan legitimasi internasional untuk kekuasaan mereka.
“Kami masih belum mengetahui rincian ini. Yang kami ketahui hanyalah bahwa serangan udara telah terjadi di sini dan Emirat Islam kami mengutuk keras itu,” kata Hanafi ketika dimintai komentarnya tentang pembunuhan al-Zawahiri dalam serangan pesawat nirawak AS.
Taliban menyebut pemerintah mereka sebagai Emirat Islam Afghanistan.
Your browser doesn’t support HTML5
Hanafi mengecam serangan AS itu sebagai pelanggaran terhadap “kedaulatan negaranya, hukum internasional, dan perjanjian Doha.” Dia merujuk pada kesepakatan "Februari 2020" yang ditandatangani oleh Taliban dan Washington di ibukota Qatar, Doha, yang menyerukan pasukan asing pimpinan AS untuk mundur dari Afghanistan dan kelompok pemberontak saat itu untuk mencegah teroris transnasional beroperasi di Afghanistan.
“Emirat Islam telah berulang kali mengatakan (kepada dunia) bahwa adalah kebijakan kami untuk tidak mengizinkan siapa pun menggunakan wilayah kami untuk melawan negara tetangga dan negara lain. Emirat Islam dengan tegas mendukung kebijakan ini,” kata Hanafi.
Namun, Washington menyalahkan Taliban karena melanggar pakta tahun 2020 antara kedua pihak.
“Dengan menampung dan melindungi pemimpin Al Qaeda di Kabul, Taliban sangat jelas melanggar Perjanjian Doha dan jaminan berulang kali kepada dunia bahwa mereka tidak akan membiarkan wilayah Afghanistan digunakan oleh teroris untuk mengancam keamanan negara lain,” menurut seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS.
Your browser doesn’t support HTML5
Seorang pejabat senior AS mengatakan pada hari Senin (1/8) bahwa al-Zawahiri, pemimpin jihadis dari Mesir, usia 71 tahun, berada di balkon sebuah rumah tiga lantai di daerah Sherpur di ibukota Afghanistan ketika dua rudal Hellfire yang ditembakkan dari sebuah pesawat tak berawak menghantamnya.
“Anggota Haqqani Taliban bertindak cepat dengan memindahkan istri Zawahiri, putrinya dan cucu-cucunya ke lokasi lain, sesuai dengan upaya yang lebih luas untuk menutup-nutupi bahwa mereka telah tinggal di rumah persembunyian itu,” kata pejabat AS.
Serangan pesawat nirawak akhir pekan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi meyakinkan sebuah konferensi internasional yang diselenggarakan oleh negara tetangga Uzbekistan bahwa pemerintahnya tidak akan mengizinkan kelompok mana pun, termasuk Al Qaeda, menggunakan Afghanistan untuk aksi terorisme terhadap negara mana pun. Dia mengutip klausul kontraterorisme khusus dalam pakta tersebut. [lt/ka]