Musik adalah bahasa universal dan menjadi pembawa pesan-pesan sosial dari penciptanya kepada khalayak. Seorang aktivis hak asasi manusia terkenal menggunakan musik untuk mengingatkan masyarakat Indonesia akan isu hilangnya sejumlah aktivis lebih dari dua dekade lalu pada bulan di mana masyarakat internasional memperingati hak asasi manusia.
Tanggal 10 Desember diperingati dunia sebagai Hari Hak Asasi Sedunia, yang umumnya dirayakan dengan diskusi, refleksi setahun terakhir dan unjuk rasa. Namun Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, merayakannya dengan merilis lagu-lagu yang bertema HAM, terutama terkait penghilangan paksa sejumlah aktivis mahasiswa pada tahun 1998.
Meskipun sudah ada beberapa peraturan dan perundang-undangan, seperti Ketetapan MPR tahun 1998, dan UU HAM tahun 1999 dan 2000, namun Usman Hamid menilai belum ada kemauan politik untuk menyelesaikan isu ini.
“Jika ada kemauan dari Presiden maka berdasarkan perundang-undangan tadi bentuklah komisi untuk mencari katakanlah Wiji Tukul, Yani Afri, Herman Hendrawan, Bimo Anugrah, Soni, Suyat, dan lain-lainnya itu, dan juga ratifikasi konvensi untuk hal itu, berikanlah reparasi kepada para korban. Nah tapi kemauan itu tampaknya belum kuat sehingga Presiden baru sampai pada batas mengakui dan menyesalkan terjadinya penghilangan paksa,” jelasnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Bersama sejumlah musisi terkenal dan kelompok musik The Blackstones, Usman Hamid menyampaikan pesan-pesan getir keluarga belasan aktivis yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Mereka hilang diculik di akhir pemerintahan era Orde Baru.
Ellfonda Mekel, atau dikenal akrab sebagai Once Mekel, adalah musisi dan penyanyi yang turut berkolaborasi dengan pimpinan lembaga HAM di Indonesia ini, terutama pada lagu yang berjudul “Kemanakah?.”
“Lagu-lagunya memang banyak konten tentang kepedulian kita terhadap kasus-kasus yang dipandang belum tuntas juga ya. Harapan saya bisa menggugah semua pihak yang sebenarnya bisa berperan untuk meluruskan persoalan yang ada, menginvestigasi lagi persoalan-persoalan yang masih menggantung di publik ya, pertanyaan-pertanyaan itu harus di jawab, kalau belum ya harus kita suarakan,” jelasnya.
Ada pula Fajar Merah, putra salah seorang aktivis yang hilang, yang ikut berkolaborasi menyampaikan pesan sosial. Dalam lagu “Kemanakah,” ia ikut bernyanyi bersama Usman dan Once, menuangkan penderitaan keluarganya yang tak kunjung mendapat jawaban.
“Perjuangan ibu semasa hidup, sampai akhir hidupnya, ya pertanyaan itu tidak pernah terjawab kalau aku poinnya itu saja sih yang aku tangkap dari keseluruhan lagu itu dari tulisan dari lirik yang membuat suasana menjadi biru,” komentarnya.
Pesan-pesan dan harapan akan keadilan dan upaya pada para pemimpin untuk menyelesaikan isu-isu kemanusiaan yang ditampilkan lewat musik ini, tampaknya mengena di saat para politisi Indonesia berjuang untuk merebut pengaruh dan suara menjelang pemilihan presiden tahun 2024.
Usman Hamid mengatakan meskipun tidak banyak politisi yang mengemukakan masalah HAM, ia berharap akan makin banyak kandidat calon presiden dan wakil presiden menaruh perhatian pada masalah ini. [my/em]