Perdana Menteri Israel Naftali Bennett pada Senin (13/12) mengatakan bahwa ia sangat optimis mengenai masa depan hubungan Israel and Uni Emirat Arab (UEA) menyusul kunjungan bersejarah di mana ia bertandang ke UEA untuk bertemu dengan putra mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan.
Kunjungan tersebut, yang berlangsung selama dua hari, merupakan yang pertama dilakukan oleh seorang pemimpin Israel. Kunjungan itu tercipta setelah kedua negara memperbaiki hubungan mereka tahun lalu berdasarkan syarat-syarat Persetujuan Abraham yang dimediasi oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.
BACA JUGA: PM Israel Lakukan Kunjungan Pertama ke Uni Emirat ArabKedua kepala pemerintahan tersebut dilaporkan membahas hubungan ekonomi dan komersial yang semakin erat, demikian bunyi pernyataan bersama mereka.
“Ini baru satu tahun sejak normalisasi hubungan kami, dan kita sudah saksikan potensi luar biasa dari kemitraan Israel–Uni Emirat Arab,” kata Bennett.
Pernyataan itu tidak menyebut dua isu krusial yang melanda kawasan Timur Tengah, yaitu mengenai program nuklir Iran dan hubungan Israel–Palestina.
Israel dan Uni Emirat Arab sama-sama prihatin dalam menanggapi program nuklir Iran, yang menurut Iran dikembangkan untuk tujuan damai.
Kedua negara prihatin bahwa pembicaraan internasional yang kini berlangsung dengan Iran di Wina bisa mengarah pada penghapusan sanksi terhadap Teheran serta percepatan program nuklirnya.
BACA JUGA: G7 Keluarkan Peringatan Keras terhadap IranPembicaraan yang berlangsung di Wina itu kini mempertaruhkan apakah pemulihan kesepakatan nuklir Iran dari tahun 2015 yang membatasi program nuklir Iran dapat berjalan kemabli, dan sebagai imbalannya sanksi ekonomi yang berlaku terhadap Iran akan dihapuskan.
“Saya pulang ke Israel dengan sangat optimis bahwa hubungan ini menjadi contoh bagaimana kita bisa membuat perdamaian di Timur Tengah,” kata Bennett. [jm/lt]