Sebuah laporan yang dirilis pada Rabu (25/9) menemukan bahwa Undang-undang Keamanan Nasional Hong Kong, atau NSL, yang diberlakukan sejak bulan Juli 2020, telah mengikis kebebasan akademis di wilayah bekas jajahan Inggris tersebut.
Laporan yang ditulis bersama oleh Human Rights Watch (HRW) dan organisasi advokasi yang berbasis di Washington, Hong Kong Democracy Council, atau HKDC, mengatakan bahwa pihak berwenang universitas telah memberlakukan kontrol dan pembatasan yang lebih besar terhadap kegiatan mahasiswa dan bahwa mahasiswa serta akademisi semakin menerapkan sensor mandiri untuk menghindari masalah.
“Para mahasiswa, akademisi, dan administrator, terutama mereka yang berasal dari Hong Kong yang mempelajari isu-isu sosial-politik kontemporer, merasa seolah-olah hidup di bawah mikroskop,” kata laporan tersebut.
Beberapa analis mengatakan bahwa definisi yang tidak jelas tentang apa yang merupakan pelanggaran NSL telah menciptakan efek yang mengerikan di kalangan mahasiswa dan akademisi di universitas-universitas di Hong Kong.
BACA JUGA: Laporan Ungkap Bagaimana China Hukum Warganya yang Terlibat dengan PBB“Ketika batasnya tidak jelas, akan ada rasa takut yang meresap, dan para mahasiswa serta staf pengajar akan berusaha melakukan penyesuaian untuk memastikan mereka tidak mendapat masalah,” ujar Maya Wang, direktur asosiasi China di Human Rights Watch, kepada VOA melalui telepon.
Laporan itu mengatakan delapan universitas negeri di Hong Kong telah dikelola oleh orang-orang yang memiliki pandangan yang disukai oleh Beijing setelah pemberlakuan NSL pada tahun 2020. Sejak saat itu, para pejabat universitas telah meningkatkan tindakan keras terhadap serikat mahasiswa dan melarang simbol-simbol atau acara-acara yang dianggap mempromosikan nilai-nilai prodemokrasi.
“Para pejabat universitas telah menghukum mahasiswa yang mengadakan protes dan pertemuan damai, dan secara luas menyensor publikasi, komunikasi, dan acara mahasiswa,” tulis laporan tersebut.
Wang dari HRW mengatakan karena banyak mahasiswa dan akademisi terlibat dalam protes tahun 2019 mengenai RUU ekstradisi, salah satu prioritas pemerintah China setelah penerapan NSL adalah “memaksakan kontrol ideologis” terhadap universitas.
Beberapa akademisi mengatakan bahwa prevalensi sensor mandiri di universitas-universitas di Hong Kong akan mengurangi pemahaman internasional tentang dinamika di China.
BACA JUGA: PBB: China Masih Terapkan Kebijakan HAM “Bermasalah” di Xinjiang“Menurunnya kebebasan akademik di universitas-universitas di Hong Kong merupakan bagian dari upaya Beijing untuk memaksakan kontrol ideologis di seluruh kota ini,” katanya kepada VOA.
Terapkan Sensor Mandiri
Sebagian besar dari 33 mahasiswa dan akademisi yang diwawancarai untuk laporan tersebut mengatakan bahwa sensor mandiri adalah praktik umum di universitas-universitas di Hong Kong, terutama pada topik-topik sosial-politik yang berkaitan dengan China dan Hong Kong.
“Mereka melakukan hal ini ketika mengekspresikan diri mereka di ruang kelas, ketika menulis dan meneliti artikel akademis, dan ketika mengundang pembicara untuk konferensi akademis,” kata laporan itu, seraya menambahkan bahwa akademisi yang mengajar tentang masalah Hong Kong dan China saat ini merasa “sangat rentan.”
Dalam beberapa kasus, pejabat universitas telah meminta para akademisi di bidang ilmu sosial untuk berhenti menawarkan mata kuliah tentang topik-topik yang dianggap sensitif oleh Beijing. Yang lainnya menghadapi sensor yang diberlakukan oleh administrator universitas atau penerbit akademik. [my/uh]