Lavrov dan Blinken Saling Menyalahkan atas Meningkatnya Ketegangan di Ukraina 

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov hadir dalam pertemuan tingkat menteri Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) di Ta'Qali, Malta, pada 5 Desember 2024. (Foto: Alberto Pizzoli/Pool/AFP)

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken saling melontarkan kata-kata tajam pada Kamis (5/12) di sebuah konferensi keamanan internasional mengenai perang Moskow yang telah berlangsung hampir tiga tahun di Ukraina di mana keduanya saling menyalahkan atas meningkatnya konflik tersebut.

Lavrov menuduh Barat menghidupkan kembali Perang Dingin dengan memasok senjata untuk pasukan Kyiv dan memprovokasi konfrontasi dengan Rusia “dengan risiko eskalasi yang jauh lebih besar menjadi fase panas.”

Lavrov, yang berbicara pada pertemuan tingkat menteri Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) di Malta, mengatakan bahwa dukungan AS untuk Ukraina didorong oleh keinginan untuk “mengembalikan NATO ke pusat perhatian politik,” dan bahwa “setelah aib Afghanistan, terdapat kebutuhan untuk memiliki musuh bersama yang baru.”

Lavrov, dalam kunjungan pertamanya ke negara Uni Eropa sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, juga menuduh Washington melakukan latihan militer di kawasan Asia-Pasifik yang bertujuan untuk “mengacaukan seluruh benua Eurasia.”

BACA JUGA: Pejabat Intelijen AS: Munculnya Poros Anti-Amerika Mengkhawatirkan

Lavrov kemudian meninggalkan pertemuan tersebut sebelum menunggu tanggapan dari Menteri Luar Negeri AS Blinken dan pembicara lainnya.

“Mari kita bicarakan tentang eskalasi,”' kata Blinken, mengutip pengerahan sekitar 10.000 pasukan Korea Utara untuk bertempur bersama pasukan Rusia, penggunaan rudal balistik jarak menengah untuk menyerang Ukraina, langkah Rusia untuk menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir, dan serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.

“Tuan Lavrov berbicara tentang hak kedaulatan setiap negara anggota untuk membuat pilihan mereka sendiri,”' kata Blinken. “Itulah inti dari semua ini: hak kedaulatan Ukraina dan rakyat Ukraina untuk membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan, bukan untuk membiarkan pilihan tersebut dibuat di dan oleh Moskow.”

Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha tiba di pertemuan tingkat menteri Organisasi untuk Keamanan dan Kerja sama di Eropa (OSCE) yang digelar di Ta'Qali, Malta, pada 5 Desember 2024. (Foto: AP/Miguela Xuereb)

Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha, yang pertama kali menyampaikan pidato dalam pertemuan tersebut, keluar ruangan saat Lavrov naik podium, bersama dengan menteri luar negeri Polandia dan Estonia.

Sybiha, dalam komentarnya, menyebut Lavrov sebagai “penjahat perang.”

“Ukraina terus berjuang demi haknya untuk hidup. Dan penjahat perang Rusia di meja ini [Lavrov] harus tahu ini: Ukraina akan berhasil, dan keadilan akan menang,” kata Sybiha.

“Rusia bukanlah mitra; Rusia adalah ancaman terbesar bagi keamanan bersama kita. Partisipasi Rusia dalam OSCE merupakan ancaman bagi kerja sama di Eropa,” kata Sybiha kepada para menteri OSCE.

“Ketika orang Rusia mengatakan mereka menginginkan perdamaian, mereka berbohong,” katanya.

Para pejabat mengatakan Blinken tidak berniat bertemu dengan Lavrov di konferensi tersebut.

BACA JUGA: Kemenangan Pemberontak Suriah, Picu Ketegangan Turki, Iran, dan Rusia

OSCE didirikan pada tahun 1975 untuk meredakan ketegangan antara Timur dan Barat selama Perang Dingin, dan sekarang beranggotakan 57 negara, termasuk Turki, Mongolia, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat.

Organisasi tersebut membantu para anggotanya mengoordinasikan isu-isu seperti hak asasi manusia dan pengendalian senjata. Namun pada pertemuan tingkat menteri terakhir setahun yang lalu di Makedonia Utara, Lavrov menuduh OSCE menjadi “pelengkap” NATO, aliansi militer utama Barat, dan Uni Eropa.

Tuan rumah pertemuan Ian Borg, menteri luar negeri Malta, membuka acara pada hari Kamis dengan seruan agar Rusia menarik diri dari Ukraina. Banyak peserta lain juga mengecam agresi Moskow di Ukraina.

Sementara AS terus mengirimkan senjata ke Ukraina, Presiden terpilih AS Donald Trump telah menyatakan skeptisisme tentang dukungan yang berkelanjutan. Ia mengatakan akan menyelesaikan perang sebelum pelantikannya pada tanggal 20 Januari tetapi tidak mengatakan bagaimana caranya. [lt/rs]

Sejumlah informasi dalam laporan ini berasal dari Reuters, The Associated Press dan Agence France-Presse.