Rusia menilai tuduhan Amerika terhadap 13 warga negara Rusia dan perusahaan-perusahaan yang diduga telah mencampuri pemilu presiden Amerika tahun 2016, “tidak ada substansinya.”
Berbicara di Konferensi Keamanan Munich, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mempertanyakan bukti tuduhan itu. Tuduhan itu menimbulkan ketegangan dalam konferensi yang memusatkan perhatian pada meningkatnya ancaman keamanan global.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov tidak secara langsung menyebut dakwaan Amerika itu dalam pidatonya. Tetapi ia menjawab pertanyaan dari hadirin.
“Satu seperempat juta dolar uang pajak dihabiskan setiap bulan untuk berupaya mempengaruhi pemilu Amerika. Apa hasil yang diperoleh dari investasi itu?,” tanya Edward Lucas dari 'The Economist'.
Lavrov menjawab singkat.
“Anda tahu, saya tidak akan menanggapinya karena orang bisa mempublikasikan apapun yang mereka suka. Kita tahu bagaimana tuduhan dan pernyataan berkembang menjadi besar. Sampai kami melihat buktinya, semua itu adalah omong kosong. Maaf kalau kata-kata saya tidak diplomatis,” tandas Lavrov.
Lavrov mengklaim ada kampanye “Russophobia” di Barat. Tetapi beberapa analis mengatakan buktinya sangat kuat.
Ben Nimmon di Atlantic Council mengatakan, “Faktanya sekarang ada media independen Rusia yang telah menyebut akun-akun “troll factory” atau perusahaan yang membayar karyawannya untuk menulis komentar di internet demi mendukung atau menentang kepentingan seseorang atau suatu pihak, dengan berpura-pura sebagai pengguna internet biasa. Facebook dan Twitter telah mengukuhkan keberadaan akun-akun “troll factory” itu di Facebook dan Twitter. Ini jelas merupakan bukti kuat. Tidak mungkin untuk mengatakan bahwa hal ini tidak terjadi. Dan kini Departemen Kehakiman juga telah mengukuhkannya.”
Penasihat Keamanan Nasional HR. McMaster mengatakan Amerika telah belajar bagaimana menghadapi ancaman itu.
“Amerika akan memaparkan dan menindak mereka yang menggunakan dunia maya, media sosial dan cara-cara lain untuk melakukan kampanye disinformasi, subversi dan spionase,” ujarnya.
McMaster kemudian membahas memburuknya keamanan di Timur Tengah.
“Kami tahu bahwa Suriah dan Korea Utara bukan satu-satunya negara nakal yang mengembangkan, menggunakan, dan menyebarluaskan senjata berbahaya. Inilah saat untuk menangani kelemahan dalam perjanjian Iran dan melawan aktivitas Iran yang menimbulkan ketidakstabilan, termasuk pengembangan dan proliferasi rudal, dan dukungannya pada teroris dan milisi,” tambah McMaster.
Iran telah berulangkali menyanggah tuduhan tersebut. Analis yang juga Direktur Jenderal Royal United Services Institute, Karin von Hipple, mengatakan Amerika prihatin dengan meningkatnya kerumitan konflik di Suriah.
“Bukan hanya karena kemungkinan Amerika dan Turki dapat menjadi musuh, tetapi di Suriah juga ada pasukan Rusia dan pasukan negara-negara Teluk lain, Israel baru-baru ini juga ikut terlibat. Jadi ini benar-benar sangat berbahaya dimana satu kesalahan kecil bisa berkembang menjadi sesuatu yang mengerikan,” kata von Hipple.
Eskalasi semacam itu akan membuat negara-negara tetangga Suriah ikut terlibat. Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi mengatakan ISIS terus menjadi ancaman.
“Tugas yang kita hadapi adalah melakukan stabilisasi dan rekonstruksi di daerah-daerah yang dulu diduduki dan dihancurkan ISIS. Ini adalah tugas yang sangat berat sementara pendapatan dari minyak telah merosot drastis,” ujar Abadi.
Tujuan konferensi keamanan di Munich tahun ini adalah mengajak sekutu dan musuh untuk mendahulukan dialog daripada konfrontasi. Dari isu Korea Utara, Timur Tengah, dan bangkitnya kembali persaingan Perang Dingin, semuanya menimbulkan perasaan bahwa keadaan di dunia semakin berbahaya. [em/jm]