Lawatan Trump ke 'Tanah Suci': Israel Gembira, Palestina Kecewa

  • Robert Berger

Presiden AS Donald Trump menjadi presiden AS pertama yang masih menjabat yang berkunjung ke Tembok Ratapan, tempat suci bagi warga Yahudi, pada Senin, 22 Mei lalu (foto: dok).

Israel gembira setelah lawatan Presiden AS Donald Trump ke Tanah Suci, tetapi Palestina kecewa.

Di negara di mana simbolisme begitu penting, Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan beberapa hal penting yang membuat Israel gembira, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Terima kasih Presiden Trump atas persahabatan kuat dengan rakyat dan negara Yahudi ini. Kami sangat menghargainya," kata Netanyahu.

Trump menjadi presiden pertama yang masih menjabat yang berkunjung ke Tembok Ratapan, tempat suci bagi warga Yahudi. Presiden-presiden sebelumnya menjaga jarak karena Amerika tidak mengakui kedaulatan Israel atas Kota Tua Jerusalem, yang oleh Palestina diklaim sebagai ibukota negara mereka pada masa depan.

Trump juga mengunjungi Yad Vashem Holocaust Memorial dan memuji Israel dengan mengatakan setelah penderitaan yang dialami warga Yahudi, sebuah negara besar muncul.

Mantan Duta Besar Israel untuk Amerika Uniyed Zalman Shoval mengatakan persinggahan Trump di Tembok Ratapan mengirim pesan kuat kepada Palestina yang menolak mengakui hubungan dan kaitan sejarah dengan Yerusalem.

"Dengan datang ke sana, ia menjadi presiden yang menunjukkan dengan sangat jelas penghormatan dan pengakuannya atas hubungan rakyat Yahudi dengan tanah dan ibukota itu, sesuatu yang jauh melebihi sebuah pernyataan diplomatik," ujar Shoval.

Meskipun lawatan selama 28 jam itu menuai pujian dari Israel, Trump hanya menggunakan waktu selama satu jam untuk berada di Bethlehem, Tepi Barat dan bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Pemimpin Amerika itu mengatakan sudah tiba waktunya untuk mencapai perdamaian, namun ia tidak mengusulkan rencana khusus apapun untuk mencapainya.

Trump tidak menyebut tentang kepedihan dan aspirasi bangsa Palestina, perluasan permukiman Yahudi dan pembentukan negara Palestina.

Seorang mahasiswa Palestina di Tepi Barat, Iman Haddad, mengatakan lawatan Trump itu mengecewakan.

"Menurut pendapat saya ini merupakan lawatan biasa seorang presiden Amerika. Saya tidak melihat sesuatu yang baru dalam pidatonya tentang permukiman, tentang pengepungan Israel, tentang pos-pos pemeriksaaan keamanan. Walhasil tidak ada sesuatu yang baru," tandasnya.

Tetapi kedua pihak ingin memberi kesempatan pada pemimpin baru Amerika itu.

Trump mengatakan dengan tekad dan kompromi, ia yakin kedua pihak bisa mencapai perjanjian perdamaian. Sebagai langkah pertama, juru runding Amerika berupaya mendorong para pemimpin Israel dan Palestina yang enggan kembali ke meja perundingan; dan mungkin mereka akan berhasil karena sejauh ini tidak ada satu pihak pun yang mengatakan “tidak” pada Trump. [em/jm]