Berbekal dengan kandungan cadangan nikel terbesar di dunia dan kebijakan penutupan keran ekspor bijih nikel, Indonesia kini menjadikan dirinya sebagai pemeran utama dalam industri kendaraan listrik, yang banyak menggunakan komoditas logam tersebut.
Hanya dalam tiga tahun, Indonesia berhasil menekan belasan kesepakatan senilai lebih dari $15 miliar untuk produksi baterai dan kendaraan listrik di dalam negeri dengan sejumlah produsen kelas dunia, termasuk Hyundai Motor, LG Group, dan Foxconn.
Produsen berikutnya yang menjadi incaran pemerintah adalah perusahaan raksasa Tesla, produsen mobil paling bergengsi di dunia. Presiden Joko Widodo telah melakukan segala upayanya untuk meyakinkan CEO Tesla Elon Musk agar mau memproduksi kendaraan listrik atau baterainya di Tanah Air.
Presiden Jokowi. (Biro Setpres)
“Saya sangat yakin industri ini akan tumbuh cepat,” kata Presiden Jokowi dalam wawancara dengan Reuters pada pekan lalu.
Indonesia memiliki total 21 juta ton cadangan terbukti nikel, menurut Survei Geologi AS. Kandungan tersebut setara dengan hampir seperempat dari cadangan dunia.
Indonesia mencatatkan produksi nikelnya pada Januari-November 2022 di angka 1,4 juta ton, menurut International Nickel Study Group. Angka itu menjadikan Indonesia sebagai produsen nikel utama dan terbesar di dunia, dengan peringkat kedua berada di tangan Filipina dengan angka 290.000 ton pada periode yang sama.
Jokowi menutup keran ekspor bijih nikel pada 2020 yang disebut sebagai kebijakan hilirisasi, tetapi pemerintah tetap mengizinkan ekspor produk nikel bernilai lebih tinggi. Aturan tersebut memaksa perusahaan untuk memproses dan memproduksi bijih nikel di Indonesia sebelum diekspor.
BACA JUGA: Pemerintah akan Hentikan Ekspor Tembaga Mentah Tahun Ini
Ekspor nikel olahan Indonesia kemudian membengkak menjadi lebih dari $30 miliar pada 2022 dari sekitar $1 miliar pada 2015.
Indonesia diperkirakan akan menyumbang setengah dari peningkatan produksi nikel global antara tahun 2021 dan 2025, menurut Badan Energi Internasional. Hal itu sejalan dengan permintaan kendaraan listrik yang melonjak. Setiap kendaraan diperkirakan akan membutuhkan hingga 40 kg nikel.
"Pemerintah Indonesia sedang membangun keseluruhan rantai nilai untuk melayani pabrik kendaraan listrik," kata Victor Chin, konsultan utama di perusahaan konsultan logam CRU.
“Jadi masuk akal saja jika Tesla mempertimbangkan Indonesia, baik untuk pabrik pembuatan baterai mobil listrik skala besar maupun manufaktur mobil,” ujarnya.
CEO Tesla Inc Elon Musk berjalan di samping layar yang menunjukkan gambar mobil Tesla Model 3 buatan Tesla China di Shanghai. (Foto: Reuters)
Musk sendiri memasang target untuk menjual 20 juta kendaraan listrik pada 2030, lebih dari 15 kali lipat dari angka penjualan Tesla pada 2022, sebesar 1,3 juta kendaraan. Untuk mencapai ambisi itu, Tesla perlu membangun tujuh atau delapan "gigafactories" lagi. Gigafactory sendiri adalah fasilitas yang memproduksi baterai mobil listrik dalam skala besar, rata-rata satu mobil per tahun.
Sama seperti Musk, Indonesia juga memiliki tujuan ambisiusnya sendiri. Jokowi mengatakan dalam wawancara dengan Reuters, volume ekspor nikel dapat tumbuh 200 kali lipat dari nilai sebelum pembatasan ekspor dilakukan, yaitu sekitar $1 miliar jika negara berhasil membangun ekosistem kendaraan listrik. Perusahaan pertambangan Brazil Vale, yang beroperasi di Soroako, Sulawesi, memperkirakan akan terjadinya lonjakan permintaan nikel sebesar 44 persen pada 2030 dari level 2022 karena tingginya permintaan baterai untuk kendaraan listrik.
Jokowi tidak menetapkan batas waktu terkait pertumbuhan ekspor, tetapi mengatakan Indonesia bertujuan untuk membangun rantai pasokan terintegrasi untuk baterai kendaraan listrik pada 2027.
CEO Elon Musk dan Presiden Jokowi berkeliling mengunjungi fasilitas produksi roket SpaceX. (Foto: Biro Setpes)
Sementara itu, Indonesia juga akan melarang ekspor bijih tembaga dan bauksit pada Juni, yang keduanya digunakan juga digunakan dalam produksi kendaraan listrik.
Uni Eropa menentang kebijakan pelarangan Indonesia tersebut. Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO memutuskan mendukung Uni Eropa, tetapi Indonesia telah mengajukan banding.
Keberhasilan Indonesia telah mendorong negara lain untuk meniru langkahnya. Filipina berencana mengenakan pajak ekspor bijih nikel untuk mendorong penambang berinvestasi dalam membangun smelter.
Industri nikel di Tanah Air telah menarik perhatian Presiden. Jokowi turun langsung ke lapangan untuk bertemu Musk sebanyak dua kali, tak lain untuk meyakinkan agar mau berinvestasi di Indonesia.
BACA JUGA: Jokowi Yakin Tesla akan Berinvestasi di Indonesia
Pekan lalu, Jokowi mengatakan dia bahkan telah menawarkan kepada Tesla konsesi pertambangan nikel dan keringanan pajak untuk berinvestasi di Indonesia, dan dia yakin kesepakatan tersebut akan dicapai.
Sementara itu, Tesla sendiri sedang mencari pusat manufaktur tambahan. Perusahaan belum memberikan komentar terkait rencana perusahaan di Indonesia. Korea Selatan, Kanada, dan Meksiko juga telah mencoba memikat produsen mobil tersebut.
Tesla telah menandatangani kontrak pengadaan nikel senilai sekitar $5 miliar dari perusahaan-perusahaan di Indonesia, kata seorang pejabat pemerintah.
Salah satu bidang yang menjadi perhatian calon investor adalah dampak lingkungan industri pertambangan nikel dan penggunaan batubara di Indonesia untuk pembangkit listrik.
Seorang pekerja menggunakan proses penyadapan untuk memisahkan bijih nikel dari unsur lainnya di pabrik pengolahan nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan. (Foto: Reuters)
Proses pembuatan nikel yang cocok untuk baterai kendaraan listrik memiliki jejak karbon yang tinggi dan menghasilkan limbah yang dikhawatirkan para pecinta lingkungan dapat dibuang ke laut.
Namun, produsen mobil global ingin menanamkan modalnya atau mencari sumber dari Indonesia karena alternatif yang terbatas dan permintaan yang melonjak, kata para analis.
"Tidak cukup perluasan kapasitas nikel di luar Indonesia. Produksi nikel Indonesia telah meningkatkan pangsanya dari kurang dari 20 persen menjadi hampir 50 persen dalam waktu empat tahun terakhir," kata Soni Kumari dari ANZ.
Bahkan pembeli dari pasar-pasar negara maju yang lebih sadar akan kredensial keberlanjutan akan terpaksa membeli dari Indonesia, kata Kumari.
"Seiring permintaan nikel grade baterai yang terus tumbuh, perusahaan baterai dan mobil tidak bisa begitu saja mengabaikan (kritik) bahwa 'nikel Indonesia tidak cukup ramah lingkungan' ketika sebagian besar pertumbuhan di masa depan akan datang dari Indonesia," katanya. [ah/rs]