Pemerintah Lebanon, Kamis (30/4), akan bertemu untuk menyetujui sebuah rencana yang sudah lama ditungu-tunggu untuk menyelamatkan ekonominya yang terlilit utang dari krisis terburuk dalam puluhan tahun, menyusul gelombang protes baru-baru ini.
Kebijakan lockdown untuk memerangi wabah virus corona memperburuk kondisi ekonomi yang sedang dialami negara itu, yang mencakup inflasi yang melambung tinggi, krisis likuiditas yang akut, dan anjloknya nilai mata uang.
Maret lalu, untuk kali pertama, pemerintah yang kesulitan dana gagal memenuhi kewajiban membayar utang negara.
Pertemuan kabinet yang direncanakan berlangsung di istana kepresidenan di Baabda itu dilaksanakan menyusul gelombang protes yang diwarnai kekerasan selama tiga malam berturutan di bagian utara Lebanon.
BACA JUGA: Kenaikan Harga Pangan Picu Kerusuhan di Lebanon, 1 TewasMiliter bentrok dengan para demonstran yang marah karena inflasi yang melambung tinggi dan devaluasi pound Lebanon yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Senin lalu (27/4), seorang pria tewas dihantam peluru yang ditembakkan seorang tentara dalam sebuah bentrokan di Tripoli. Rabu malam (29/4), sejumlah demonstran melemparkan bom Molotov ke kompleks perkantoran Bank Sentral.
Media-media di Lebanon menyebutkan, negara itu memerlukan dana sekitar 80 miliar dolar untuk ke luar dari krisis itu, termasuk 10 hingga15 miliar dolar pendanaan eksternal dalam lima tahun mendatang.
Reformasi yang direncanakan dilaporkan mencakup pemotongan anggaran belanja negara, dan restrukturisasi utang negara, salah satu yang tertinggi di dunia, yakni 170 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). [ab/uh]