Lebih dari 4.800 orang mungkin telah menjadi korban pelecehan seks sewaktu masih anak-anak, kata sebuah panel ahli yang menyelidiki kasus itu di Gereja Katolik Portugal, Senin (13/2).
Panel itu juga mengatakan, 512 orang yang mengaku menjadi korban telah memberikan kesaksian.
Laporan ini mengejutkan banyak pihak mengingat para pejabat senior gereja Portugal sebelumnya mengklaim hanya segelintir kasus seperti itu yang terjadi di negara tersebut.
Ketua Konferensi Waligereja Portugal, Uskup Jose Ornelas, mengatakan otoritas gereja akan mempelajari laporan panel setebal 500 halaman itu sebelum memberikan tanggapan resmi.
“Kami telah melihat dan mendengar hal-hal yang tidak dapat kami abaikan,'' katanya kepada wartawan. “Ini adalah situasi yang dramatis. Tidak akan mudah untuk melupakannya.''
Komite Independen untuk Studi Pelecehan Anak di Gereja Katolik, yang dibentuk oleh para uskup Portugal lebih dari setahun yang lalu, menyelidiki dugaan kasus sejak tahun 1950 dan seterusnya. Panel itu menyerahkan laporan terakhirnya hari Senin. Para uskup Portugal akan membahas laporan itu bulan depan.
Batas waktu penuntutan (statue of limitations) pada sebagian besar kasus yang dituduhkan telah kedaluwarsa. Hanya 25 tuduhan yang diajukan ke jaksa sejauh ini, kata panel itu.
Laporan itu, yang dikritik oleh beberapa orang karena sudah lama tertunda, muncul empat tahun setelah Paus Fransiskus mengumpulkan para pemimpin gereja dari seluruh dunia di Vatikan untuk mengatasi krisis pelecehan seksual di gereja.
Pertemuan itu diadakan lebih dari 30 tahun setelah skandal itu pertama kali meletus di Irlandia dan Australia dan 20 tahun setelah itu menghantam Amerika Serikat.
Para uskup dan pemimpin Katolik lainnya di banyak bagian Eropa pada saat itu terus menyangkal bahwa ada pelecehan seksual oleh para pejabat gereja atau bersikeras untuk tidak terlalu mempermasalahkan masalah tersebut.
Pedro Strecht, psikiater yang memimpin panel di Portugal, memperkirakan jumlah sebenarnya korban selama periode tersebut setidaknya mencapai 4.815. Ia tidak menjelaskan bagaimana perhitungan itu dibuat.
Panel tidak mempublikasikan nama-nama korban, identitas tersangka pelaku, atau tempat terjadinya pelanggaran. Namun, mereka akan mengirim daftar tersangka pelaku yang masih aktif di gereja ke para uskup pada akhir bulan.
Laporan akhir itu mencakup lampiran terpisah dan rahasia, mengenai nama-nama anggota gereja yang dilaporkan ke komite itu, yang juga dikirim ke Konferensi Waligereja Portugal dan ke polisi.
Gereja Portugal belum mengatakan apakah akan memberikan kompensasi kepada setiap korban.
Komite itu terdiri dari enam orang, termasuk psikiater, mantan hakim Mahkamah Agung dan pekerja sosial.
Laporan tersebut mengatakan bahwa 77 persen dari pelaku adalah pastur atau mereka yang terkait dengan institusi gereja. Ia menambahkan bahwa 77 persen korban tidak melaporkan pelecehan tersebut kepada pejabat gereja dan hanya empat persen yang melapor ke polisi. Sebagian besar pelecehan terjadi ketika para korban berada pada awal masa remaja.
Laporan itu menyebutkan 48 persen dari mereka yang melapor telah berbicara tentang pelecehan tersebut untuk pertama kalinya. Sebagian besar korban adalah laki-laki.
Menurut laporan itu, ada tempat-tempat di Portugal, seperti beberapa seminari dan lembaga keagamaan, yang merupakan “titik hitam yang sebenarnya'', yang telah disalahgunakan.
Panel itu merekomendasikan bahwa batasan waktu penuntutan untuk kejahatan semacam itu diperpanjang setidaknya 30 tahun dari 23 tahun saat ini. [ab/lt]